Kamis, 23 Juli 2015

Demam Akik (Masih Berlanjut)



Bismillah...


Aku tidak tahu tepatnya kapan, orang-orang terdekatku mulai ketularan wabah demam akik. Mulai dari tetangga, paman, sepupu hingga keponakanku, satu persatu dari mereka terlihat mulai mengenakan akik di jari masing—masing. -_-

Adikku tak ketinggalan. Suatu hari sepulang dari naik gunung, dia membawa sebongkah batu akik yang masih belum dibentuk. Tapi sampai sekarang, entah kenapa batuan itu belum juga dibawa ke tukang. Sepertinya adikku memang tidak terlalu ikut keranjingan tren akik.

Salah satu keponakanku yang masih kelas satu sekolah dasar, sebut saja namanya Hafidz, ternyata tidak ketinggalan terkena imbas tren akik.
“Weh, apa ini Le? Akik? Wakakaka, kog disumpal segala?” tanyaku ketika dia terlihat asyik memegangi jari-jarinya.

Akik itu tersemat disebuah cincin yang ternyata kebesaran. Dan apa yang keponakanku tadi lakukan untuk menyiasati jarinya yang kecil? Cincin akik tadi disumpal dengan kerikil lalu dibungkus menyatu bersama lingkaran cincin dengan sebuah plester penutup luka. Kreatif juga nih anak.

Kenapa si Hafidz terkena demam akik juga ya? Pengaruh teman sebaya? Ah, masa’ anak-anak SD juga sudah terjangkit wabah akik? Pengaruh media? Nggak lah. Seingatku, di rumah budhe memang sengaja ga ada televisi. Pengaruh orang tua? Ah, masa’ kakak sepupuku pakai akik? Buat apa?

Waktu ketemu sama kakak sepupuku di rumahnya, dia juga nggak terlihat memakai akik tuh. Istrinya juga nggak pakai akik. Lha?

*****

Minggu, 05 Juli 2015

Kuberi Satu Permintaan!



Bismillah...
“Aku ingin begini. Aku ingin begitu. Ingin ini. Ingin itu. Banyak sekali. Semua semua semua. Dapat dikabulkan. Dapat dikabulkan dengan kantong ajaib!”

Enaknya jadi Nobita. Punya Doraemon yang bisa mengabulkan hampir semua keinginannya. Ingin ini ingin itu, tinggal minta. Tapi pada kenyataannya, ternyata Nobita-lah yang menciptakan Doraemon. Kalau dipikir-pikir lagi, Nobita kecil bisa menjadi Nobita dewasa yang bisa menciptakan Doraemon karena adanya usaha yang gigih.

Tanpa ada usaha, semua mimpi hanyalah angan-angan kosong belaka. Apalah arti segambreng angan-angan kosong TANPA* ada tindakan nyata? Kita hidup di dunia nyata. Bukan di dunia mimpi, bukan pula di dunia delusi. Kalo kawan sekalian pernah baca buku maupun ikut seminar motivasi tentang meraih mimpi, pasti sudah hapal di luar kepala mengenai apa saja yang harus dilakukan.

Cara benar menyusun mimpi biasanya dilakukan seperti ini: tentukan visi misi hidup. Susun daftar mimpi sesuai visi misi, dengan target deadline, plus rincian bagaimana cara meraih mimpi tersebut. Untuk menyusun satu target saja, pastinya sangat melelahkan. Apalagi kalo kita tidak punya keinginan, dan tidak punya visi misi hidup yang jelas.

Rabu, 01 Juli 2015

PR dari Anon: Lha Piye Jaaaaal?

Bismillah...

Niatnya sih pengen nyambungin postingan hole in the soul kemaren sama gegalauan lagi. Tapi ternyata, malah ada seorang sahabat enha yang jadinya curhat di postingan itu. Curhatannya nggak boleh ditampilin. Lha terus, aku jawabnya kudu piye? :v

Setelah kupikir-pikir lagi, mending curhatannya kujadikan postingan aja. Tapi karena berhubung si pencurhat tidak mau komennya ditampilin, mungkin artinya dia nggak mau kalo identitasnya terkuak. Jiaaahhh, kayak apa gitu ya. So, enha panggil aja kawan ini dengan sebutan Anon. Kenapa Anon? Karena Anon itukan nama pendek dari Anonimous.

Jadi begini kurang lebih curhatannya Anon:

“Bukan cuma hole. Tapi jiwa berasa kaya kendi kosong. Gak ada isinya. Ga tau mau diisi apa. Gak tau hidup mau ngejar apa. Mau nanya ke orang, percuma. Dari awal udah gak mau percaya sama masukan, nasihat, atau apapun yang dikatakan orang lain. Piye jaaaaal?"
Enha said, “Lha mbuh...”

*Dikeplak Anon*

****