Bismillah...
Sebelum membahas akik, aku pengen nyinggung masalah tren terkini yang lagi menjamur di daerahku. Tren yang lagi anget
adalah tren memelihara semut Jepang. Dan sebagai makhluk so(k)sial yang kadang
terpaksa musti nimbrung sana-sini, akhirnya aku ikut-ikutan memelihara juga.
Awalnya sih cuma karena penasaran. Semut yang bisa menyembuhkan berbagai macam
penyakit? Semut apaan? Dewanya semut? Bisa menyembuhkan
patah hati juga nggak? Eeeaaa ga bisa lah~
Karena rasa penasaranku yang berlebihan itulah, tetanggaku menghadiahiku
lima ekor semut. Mungkin beliaunya nggak tega aja melihat tampang bego-kepo-ku waktu
diceritain tentang semut ini. Atau, mungkin beliaunya memberiku lima ekor semut
karena nggak tahan dengan berondongan pertanyaanku. Aku kalo udah terlanjur kepo
emang kadang nganyelin. Hehe...
Dan ternyata, bentuk semutnya itu nggak kayak semut pada umumnya. Menurutku
sih, lebih mirip bubuk (nama sebuah
serangga kecil yang suka nempel di tepung –bahasa Jawa). Sekarang, lima semut itu sudah beranak pinak dalam jumlah yang wow fantastis
lumayan banyak. Memelihara para semut ini gampang saja sih. Mereka cuma butuh
dikasih makan ragi tape. Nggak perlu perawatan khusus.
Trus, apa hubungan antara semut Jepang dengan batu akik? Sepertinya nggak ada. :p
Rasanya, tulisan ini jadi agak basi gimanaaa gitu. Postingan pembukaannya ditulis kapan, sekuelnya ditulis kapan. Haha. Maklumlah, badmood beneran kumat cyiin. Oke deh, lanjut ke tren akik.
Pada dasarnya, tren (apapun itu) bisa menjamur
karena masyarakatnya jenis masyarakat konsumer~
In this modern society *oia, english gw payah dink* senantiasa muncul
pencarian abadi terhadap sesuatu yang baru, karena hasrat hedonistik konsumen
modern yang selalu berubah dan nggak pernah terpuaskan.
Masyarakat konsumer selalu berupaya mengenalkan diri melalui barang yang
mereka miliki. “Mereka menemukan jiwanya pada mobil yang mereka miliki,
perabot, rumah mewah, dan barang-barang konsumtif lainnya[1].”
Masyarakat
konsumer adalah masyarakat yang sangat konsumtif dan selalu mendasarkan
kebutuhannya pada gaya hidup materialisme. Beli ini-beli itu, dengan
alasan (hanya) biar nggak ketinggalan jaman. Demikianlah~
“Siklus terus menerus terhadap harapan dan kekecewaan ini menjelaskan sifat konsumsi modern yang tak pernah terpuaskan dan tak ada habisnya, sehingga orang terus menerus belanja sampai mereka lelah.” [2]
Belanjalah sampai lelah, karena belanja bikin bahagia. Belanjalah banyak-banyak, karena belanja banyak barang merupakan gaya hidup yang kekinian (katanya). Apalagi, konon –seinget gw dulu banget, pas nonton Oprah Winfrey
Show- ada juga yang menjadikan belanja sebagai sarana meredakan depresi
(sementara). Belanja digunakan sebagai pengobat kegelisahan jiwa, dan sebagainya dan seterusnya.
Moralitas hedonistik diajarkan dengan begitu
menawan oleh berbagai karakter fantasi dalam program televisi -yang menawarkan
gaya hidup serba mewah, serba wah, serba menyenangkan.[3] Karena moral hedonistik yang telah
merasuk ke dalam jiwa inilah, sifat konsumerisme berubah menjadi sarana utama
pengekspresian diri.
Ada ya, orang yang menjadikan konsumerisme sebagai sarana pengekspresian diri? Ada ~ dan konon katanya, hal tersebut bisa terjadi karena peran keluarga, agama, maupun negara telah terkikis.
Ada ya, orang yang menjadikan konsumerisme sebagai sarana pengekspresian diri? Ada ~ dan konon katanya, hal tersebut bisa terjadi karena peran keluarga, agama, maupun negara telah terkikis.
and then... Masyarakat konsumer (menjadi
masyarakat yang) semakin parah tingkat konsumsinya karena adanya media massa (katanya~)
Tapi, kenapa media massa bisa dikambing-hitamkan sebagai agen yang memperparah tingkat konsumsi masyarakat? Katanya sih, hal tersebut terjadi karena adanya iklan-iklan yang ditayangkan oleh media massa. Tentu kita tahu betul, pemasukan media massa yang terbesar itu dari sektor apa. Iklan? Mbuhlah...
Melalui bombardir iklan yang terpampang di media massa, masyarakat diajak untuk menyukai gaya hidup yang konsumtif, sehingga pada akhirnya akan mendorong suburnya sistem kapitalis. Ya jelaslah~ ideologi apalagi yang diusung oleh iklan, kalo bukan ideologi kapitalisme? Kecuali, kalo iklannya adalah iklan layanan masyarakat. :v
Melalui bombardir iklan yang terpampang di media massa, masyarakat diajak untuk menyukai gaya hidup yang konsumtif, sehingga pada akhirnya akan mendorong suburnya sistem kapitalis. Ya jelaslah~ ideologi apalagi yang diusung oleh iklan, kalo bukan ideologi kapitalisme? Kecuali, kalo iklannya adalah iklan layanan masyarakat. :v
“Media production is thus intimately imbricated in relations of power and serves to reproduce the interests of powerful social forces, promoting either domination or empowering individuals for resistance and struggle. For a cultural materialism, media texts seduce, fascinate, move, position, and influence their audiences.”[4]
Pernyataan yang mengatakan bahwa isi media massa saat ini semakin mendukung budaya konsumerisme, dikuatkan oleh temuan Jane Kenway. Kenway mengemukakan bahwa surat kabar atau TV sekarang ini, banyak membuat suatu bagian atau program yang khusus di desain untuk channel komersial.
Dengan adanya channel-channel komersial tersebut, kita semakin mudah menemukan berbagai liputan khusus tentang barang-barang konsumsi, tempat-tempat belanja, saran-saran atau tips belanja dan berbagai cerita mengesankan tentang pengalaman berbelanja lainnya. Istilah populer yang digunakan untuk menyebut liputan semacam itu disebut jurnalisme komersial.
Lho, lalu apa hubungannya dengan tren akik? Yang rajin mantengin tipi pasti
pernah ketemu dengan yang namanya liputan khusus mengenai batu akik. Iya kan?
Gw aja dapet nonton donlotan videonya dari adik gw. Soalnya gw jarang nonton tipi~
Nah, inimah baru contoh sederhana: tren akik. Masih banyak tren lain yang
lebih ‘amberegul’ lagi kalo kita jeli memperhatikan.
Hubungan antara Iklan dan Syarat Bahagia Masyarakat Kekinian~
“Melalui media massa, iklan menawarkan segala ketertarikan akan materialisme. Kemewahan bukan hanya ditawarkan sebagai kebutuhan sekunder, tapi sudah menjelma menjadi kebutuhan primer yang harus dipenuhi. Muatan berbagai acara dalam televisi ditambah dengan iklan yang menyarankan masyarakat untuk bersikap konsumtif, telah membuat para masyarakat ini hanya mengejar kesenangan ‘keduniawian’.”[5]
Dalam budaya masyarakat yang mendasarkan segala urusan berdasarkan ukuran
materialisme, barang mewah digunakan sebagai salah satu tanda bahwa pemiliknya
merupakan orang kaya, bergengsi, dan berprestise tinggi. Sedangkan prestise
yang tinggi akan membuat hidup menjadi lebih bahagia. (Source: skripsweet gw
lah~)
Jadi, yang nggak kaya dan yang nggak bisa beli barang mewah, dikata nggak punya
prestise? Trus, yang nggak punya prestise dikata nggak bahagia? Begitukah? Apa iya?!
Kenapa lho, pake akik? Ikut
tren? Biar nggak dicap ketinggalan jaman? Atau... karena pamer?
“... (Pake akik) kayak punyaku ini lho. Mumpung masih muda. Biar gaul. Biar
nggak ketinggalan jaman. Ikuti tren terkini. Biar punya bahan obrolan sama
temen.” Kata adik sepupuku waktu itu
.
.
Biar gaul? Biar nggak
ketinggalan jaman dia bilang? Emang, gw pikirin?! :p
Kata ustadz Anis Matta:
Lha, Terus kenapa kemaren lu jadi beli akik? Kan udah gw bilang, gw ga nahan sama imutnya batu-batu yang dijejerin di depan mata gw.“Orang yang memiliki self confidence tinggi biasanya tidak mudah terpengaruh orang lain. Dia dihormati atau tidak, baginya tidak masalah.”[6].
Eeeerrr... Orang yang PeDe-nya tinggi, entah dia diperhatikan ataupun tidak, diacuhkan ataupun tidak,
tidak masalah. Sebodo amat. Pede aja lagi. Kenapa musti takut dicap ketinggalan
jaman? Kenapa musti takut dikira kampungan? Toh, tren itu pada dasarnya cuma
berputar ulang. Justeru orang-orang yang gampang termakan tren itulah yang
kasihan. Hidupnya tidak tentram. Selalu saja mengejar tren baru, hanya agar
tidak dicap kuno. Emang kenapa kalo kuno?
Trus, kalo bisa mengikuti tren yang lagi moncer, lalu apa? Merasa puas? Oh c’mon. Tren yang baru akan segera
datang lagi. Merasa harus mengejar lagi? Puas sesaat lagi? Lalu lanjut galau
lagi karena tren yang lebih baru sudah muncul lagi? Begitu seterusnya. Itulah
sistem kerja kapitalis. Ikutin aja kalo kuat. Kalo nggak kuat, lambaikan tangan ke
kamera. Kaya’ acara Dunia Lain itu lho~
Efek akik? Katanya akik bisa
menolak bala? Katanya akik bisa jadi pelancar rezeki? Bla bla bla....
Pakai akik jenis ini, bisa
menolak bala. Akik yang itu, bisa melancarkan rezeki dan jodoh. Pakai akik yang
satunya lagi, bisa menghilangkan aura suram. Oh c’mon. Apa ada yang bisa menangkal petaka jika Tuhan
sudah berkehendak? Apa ada yang akan bisa mencelakai kita, ketika Tuhan tidak
mengizinkan kita untuk celaka? With or
without akik, you’re still you! Ya bedanya, kalo mbak-mbak pake akik, jarinya jadi tambah manis sih.
Dengan catatan tambahan, akiknya nggak segedhe gaban. :p
Kalo yang pake laki-laki? Menurutku pribadi, jari mereka tetap terlihat sama
aja. Tambah berkharisma? Nggak juga. Aku kalo lihat laki-laki pake akik malah jadi
keinget Pak Tessy Kabul.
Lho, bukannya Rasulullah pake cincin juga? Bukannya kita harus meniru
beliau? Beda tujuan keleus. Seingat
sependek pemahamanku, cincin Rasulullah itu berfungsi sebagai cap stempel juga
kalo nggak salah. CMIIW.
Sampai kapan (siklus) tren ini
akan berlanjut?
Jadi, sampai kapan tren ini akan terus berlanjut? Untuk akik? I don’t know. Kalo yang pake cuma karena
ikut-ikutan tren atau karena biar nggak ketinggalan jaman, tentulah si pengikut
tren ini pasti akan cepat bosan. Tren yang baru akan segera datang menggantikan
tren yang lama.
Untuk yang pakai akik karena manfaat... apa iya, akik beneran ada
manfaatnya (selain sebagai perhiasan)? Kalo inimah tergantung sugesti pikiran
masing-masing. Kalo untuk yang memang gemar mengkoleksi batu-batuan, tentu saja
mereka akan senantiasa menyukai akik meskipun tren akik telah lama berlalu.
Oia, seingat adikku: dulu... duuuuuuu banget, ayah kami juga pernah pake
cincin akik, tapi cincinnya nggak dipake dalam masa yang lama. Apakah dulunya akik
juga sudah pernah ngetren, trus akhirnya nggak ngetren lagi? Mungkinkah, tren
akik ini akan menghilang lagi, lalu suatu saat muncul lagi? Mbuhlah... Biarlah waktu yang kan menjawab~
Terkait dengan tren semut Jepang? Ya tergantung para pengkonsumsinya. Kalo
memang semut ini membawa manfaat seperti yang diceritakan orang-orang, tentu
saja tren memelihara semut ini akan langgeng lestari. Kata tetanggaku mah, setelah minum semut ini sepuluh
ekor perhari, gula darahnya berangsur-angsur normal dan badannya terasa enakan. Nggak tahu juga apa hasil periksa medis membuktikan demikian, atau ini hanya
sugesti pikiran tetanggaku aja.
Kalo baca-baca testimoni dari website sebelah, (katanya) banyak juga yang
udah mengambil manfaat dari semut Jepang ini. Tapi ya itu tadi, apa beneran
manjur atau hanya sugesti pikiran mereka saja. *Iya gw tau, gw emang kadang terlalu
skeptis*
****
Huuuu, banyak ngemeng kamu.
Diri sendiri aja masih mengikuti tren kekinian. Tren akik lah. Tren semut
Jepang lah...
Yeeee... beda tau! Sebelum tren akik se-booming sekarang, dari dulu gw
emang udah suka sama batu-batu imut nan unik dan nyentrik. Apalagi kalo batunya
batu mulia. Halah.
Dulu aja pas gw sama mbak sepupu mbolang ke Pacitan, gw juga beli kerajinan
dari batu-batuan. Waktu itu kita juga ke Punung. Gw sempet beli gelang dari
batu onyx kualitas KW (murah banget soalnya, harganya nggak sampe belasan ribu). Tapi sekarang gw lupa naruhnya di mana. Beli akik kemarin pun, sampe
sekarang ga da minat untuk dijadikan cincin ataupun liontin. *Ngeles kuadrat* XD
Nah kalo Semut Jepang? Aaahhh, itukan ga perlu biaya mahal. Siapa
tahu, tuh semut beneran berkhasiat?! Kasihan juga kalo ga dikasi makan,
itung-itung dijadiin peliharaan lah. Lagipula, sekarang gw kan lagi ga punya
peliharaan. Kucing gw wafat Januari lalu sih. Bunuh diri, dengan cara nyebrang
ke jalan raya yang lagi rame-ramenya. Huhuhu. T^T
Malahan jadi curcol tha. Harusnya kan tulisan ini gw bikin pake label enha's mind! Udah ya. So, bye~
Lha, hampir lupa. CMIIW.
PS: Antara paragraf yang satu dengan yang lainnya ga nyambung? Namanya juga gedumelan. :p
Find any logical fallacy on this post? Share ke gw donk. Kalo salah trus langsung dikoreksi tuh, jadinya kan tahu letak kesalahannya di mana. Salahnya nggak sampe berlarut-larut. Melencengnya pun nggak sampai beberapa derajat. ;D
Find any logical fallacy on this post? Share ke gw donk. Kalo salah trus langsung dikoreksi tuh, jadinya kan tahu letak kesalahannya di mana. Salahnya nggak sampe berlarut-larut. Melencengnya pun nggak sampai beberapa derajat. ;D
Semut jepang bagus ya? Kok bisa berkembang biak? Bukannya yang bisa bertelur di bangsa Semut itu hanya semut Ratu? Yang membuahi itu hanya semut Pejantan? Trus, sisanya itu semut pekerja (betina mandul)?
BalasHapusBatu akik... gak tertarik. Kecuali kalau misalnya Emerald, Ruby, Sapphire, Diamond juga termasuk batu akik, mungkin saya tertarik. (Itu versi game pokemon di GBA)
Coba deh guging. Semut Jepang itu aslinya bukan semut, tapi sebangsa serangga. Biar memudahkan pemanggilannya, dia dipanggil semut (mungkin karena bentuknya kecil dan warnanya item dan hidup berkoloni) trus ditambahi dengan kata Jepang (karena katanya berasal dari Jepang). Jadinya, di sini terkenalnya Semut Jepang -meski aslinya bukan dari bangsa semut.
HapusWew, mbulet ae penjelasan gw. Gugling aja gih. :v
Ga tertarik sama batu akik? Good. Berarti kamu bukan korban tren. XD
Kalo tertarik sama Emerald, Rubby, Sapphire, dan Diamond ~meskipun yang bukan versi game pokemon~ mah wajar. Batu mulia jeee...
Woi, blogmu masih ga bisa dikomen~
Blog itu bahkan kuhilangkan dari pencarian google, ngapain dikomen?
HapusHahahaha...
:P
pengen komentar dan pengen ngritik...
Hapushaha :p
Nggak pengen dikritik, pengen dikasih masukan aja. Tapi tetap gak mau buka kolom komentar. :v
Hapuslhaaaa
Hapusterus masukannya dikasih lewat apa coba? Dibikin postingan? :v
Atau, curhat anonimous aja gimana? Kek salah satu kawan yang curhat kemaren di postinganku yang lalu-lalu?
*Kalo gini ceritanya mah, bukan anonimous lagi keleus*
~salah fokus. Udah ngantuk. Gw tadi niatnya mo bentaran aja log in nya, eh kamu malah ngepasi lagi ngasih komen balesan. Kalo ga sekalian dimoderasi kug rasanya ngeganjel. XD
Hmm... kayaknya salah langkah ya saya ini. Mestinya TLD-ku gak ku oper ke blog baruku. Ketahuan sama En deh...
Hapus:D
Hapusbtw, blogmu keindex sama google tuhh. Udah berubah pikiran? :v
Keindex? Wow.
HapusSempat berubah pikiran sih emang.
labil juga kamu ternyata :p
HapusAkan saya bereskan yang belum beres
Hapusciieee...
Hapusbagus! Apapun itu. Selesaikanlah yang sudah terlanjur dimulai. XD
Bicara soal belanja, aku termasuk wanita yang ngga begitu suka belanja, aneh khan? cewek gitu lho khan sukanya shopping, tapi ya prinsipku belanja kalau memang benar benar perlu, jika nggak kenapa harus beli? jadi mungkin kamu jg akan heran jika sampai skrg aku nggak perlu Handy, krn memang merasa belum perlu, dibelikan suami smart phone pas liburan ke tanah air lalu, mikirnya biar aku selama di tanah air nggak harus ke warnet buat ngecek blog, tapi ya nggak byk terpakai, sampai skrg ngganggur smartphonenya hihihihi
BalasHapusSoal trend akik, namanya jg trend ya, mungkin spt trend bunga bunga yang mahal dulu, yg Anthurium itu lho, skrg khan nggak trend lagi.
Baca soal semut, di halaman rumahku banyak banget semuuuut, di rumput rumput, aneka jenis dan warna, juga di pohon apel dan di mana mana, semuuut, yang senag ya burung burung liar yang puluhan jumlahnya suka makan mereka :)
Semoga semut yang kau pelihara itu bermanfaat ya
mbak Ely... ternyata alien juga. Antimainstream. Hahaha. Apasih.
Hapus*dilempar klepon*
Makasih banyak sudah komen panjangnya mbak. Semoga lengannya lekas sembuh total. Biar bisa ngadain acara jagong lagi. Aamiin.
smartphone dianggurin? Huhuhu... Mubadzir lho mbak~ bener2 antimainstream kalo inimah. :D
iya, aku ingat dulu ada tren anthurium-gelombang cinta itu kan? Eman2 aja, tanaman yang (menurutku sih) terlihat biasa, tapi harganya mahal abis. Mending duitnya buat dipake beli yang lain. Iya nggak mbak?
di halamanku juga banyak semut mbak. Kadang, kalo kurang kerjaan, aku juga mengamati para semut yang ada di halaman. "Anggap aja kek lagi nonton NatGeo channel versi kehidupan semut." begitu pikirku. XD
Iya, semoga aja tuh Semut Jepang beneran ada manfaatnya. Aamiin.
:D
Lho .. aku kemarin ngetik komen panjang blom masuk ya? atau msh dimoderasi?
BalasHapusmasih dimoderasi mbak, dan baru kutampilkan sekarang. Maklumlah lagi sok sibuk jadi makhluk so(k)sial. Baru pulang dari menyemarakkan acara lomba tingkat dusun. Eh, langsung nyoba komen (lagi)ke blog mbak Ely.
HapusAkhirnya bisa komen juga ternyata. Meski ada yang harus dipotong. :'D
Alien cakep cakep lho hihihihi *lempar klepon ijo* D
BalasHapusKonsekuensinya aku dibilang ndeso krn jaman spt ini nggak pakai HP ... pancen wong ndeso kok omahe wae ning ndusun :D .. tapi terus terang hidup nyaman tanpa hrs tergantung sama HP, bebas merdeka, mnrt aku lho ya, mungkin satu saat nanti jika aku butuh, baru deh Insya Allah pakai HP
Suamiku sekali dua kali pernah bilang kalau aku pergi ke luar kota suruh bawa smartphonenya, aku nggak mau, krn emang blom butuh, buat apa coba? mungkin krn aku nggak biasa tergantung sama Smartphone, Insya Allah jg nggak masalah bepergian tanpa HP, jd dia yg nyimpan, wong aku nggak pernah minta dibelikan kok ... benar benar org kampung khan aku? hihihihi
Aamiin thanks doanya ya, ini aku kl ngetik lama kadang msh sakit lengan kananku, jd bw nya nyicil, nih. Njagong? hiks ... kapan bisa lagi ya? :( *ingat lengan kanan*
Iya sih, walau mungkin saat itu orangnya berpikiran lain kali ya. Kmrn aku nelpon saudara, dia punya burung murai seharga 5 juta, katanya ada jg yg satu murai dihargai 15 juta , bayangkan jika manuknya mati atau lepas, apa nggak gero gero?
*nangkep klepon*
Hapusndusun, tapi Jerman. Beda rasa lah mbak XD
ga tergantung sama HP emang rasanya kek bebas lepas gitu og mbak. Dulu pas HP ku ilang, hampir seminggu aku ga nyentuh HP pengganti. Kalo ga terlanjur sayang sama nomer HP yg udah ilang, mungkin nih nomer telpon ga bakal ku urus k grapari. :v
Bepergian tanpa HP? Aku juga pernah mbak. Tapi pulangnya langsung kena semprot. Hahaha. Ampun dah, ga lagi-lagi. XD
Kalo belum sembuh benar, jangan dipaksakan mbak. Biar fit dulu lah. Kalo udah fit kan bisa ngadain Njagong lagi. Bawaannya kug jadi pengen merusuh aja nih di blognya mbak Ely. *dilempar klepon lagi*
Sayangnya oom Stupid Monkey nya udah jarang kelihatan.
Murai bukannya emang mahal ya mbak? Tapi kalo emang udah seneng, ya mo gimana lagi. Pasti dibeli~
Aku ga bisa bayangin, kalo seandainya tuh Murai lepas atau mati... Mungkin bakal getun berat...
skripsweet mu tentang apa sih? *salahfokus*
BalasHapusanalisis semiotik film :v
Hapuspengen jadi kek Sherlock Holmes gitu critanya. Halah. X,D