Halaman

Minggu, 02 November 2014

Pacaran dan Penjajakan Karakter (Materi BBSSS part III)


Hai hai... Temannya enha pernah denger seorang ustadz bilang gini, “Nggak ada jomblo yang sakinah!” Deuh, apaiya gue nggak sakinah? Lha mbuh... Antara iya dan tidak deh keknya. Gomene, jadwal postingnya jadi ngadat agak lama. Soalnya enha mendadak bad mood dan pelit untuk berbagi. So, berikut materi BBSSS yang dipaparkan oleh ustadz Hatta Syamsuddin:

Bismillah...

Wahab bin Munabbih pernah berkata:
“Keadaan bujang adalah seperti daun-daun yang berguguran. Kering, layu, tidak berguna…”

Nyindir nih euy. Padahal ustadznya tahu, kalo sebagian besar peserta adalah bujang alias jomblo. Bukan jomblo dink. Karena jomblo identik dengan ngenes. Ralat ah. Padahal ustadznya tahu, kalo sebagian besar peserta adalah single. Tapikan acaranya memang seminar pranikah… jadi kalo isinya sindir-menyindir keknya wajar. Ya sudahlah. Lanjut saja.

Menikah itu bukan perkara mudah. Dan karenanya, orang yang mau menikah harus bersiap-siap. Siapkan pengetahuan soal pernikahan sedini mungkin. Caranya? Banyak baca-baca literatur tentang pernikahan. Ustadz Hatta sendiri, sudah mulai membaca buku-buku pernikahan sejak kelas 3 SMA, lalu baru mantap menikah di usia 22 tahun. –Koreksi jika salah, karena waktu diceritain kisahnya ustadz Hatta, enha sambil nyimak papan proyektor sih.

“Ternyata, untuk menginvestasikan semangat agar siap nikah itu, memang butuh proses ya?”
Ya iyalah. Makanya, kalau bukan dimulai dari sekarang, kapan lagi?
“Kalau bukan kita yang berusaha memulai sendiri, siapa lagi yang akan memotivasi?”
Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi? Seems legit. Hahaha. #Plak.
Budaya pacaran

Sekarang ini, pacaran sudah menjadi semacam budaya masyarakat. Masyarakat berpikir bahwa pacaran merupakan sarana untuk mencari pasangan hidup. Padahal, pacaran bukan satu-satunya jalan menuju pernikahan. Tidak sedikit jumlah orang yang sudah mengalami masa pacaran lama, tapi akhirnya tidak jadi menikah dengan pacarnya tersebut.

Lha terus, biar bisa menikah kan harus ada calon yang dinikahin tha? Kalo enggak pacaran, cara biar dapet calonnya gimana?
Baca lagi postingan yang ini: Tips biar cepat ketemu jodoh.
And then, bagi bro-sist yang berpikir bahwa pacaran merupakan proses penjajakan karakter, enha kutipkan (lagi-lagi) dari buku Sayap-Sayap Sakinah:
“Jika melirik teori Segitiga Cinta Stenberg, jenis cinta yang mungkin muncul pada hubungan pacaran biasanya hanya sekadar romantic love, atau bahkan ada juga yang sekadar infatuation love. Keduanya merupakan cinta yang sangat rapuh, tak bisa dipertanggungjawabkan dan cenderung merugikan, bahkan merusak. Hlm 56.
Penegasannya: cinta yang mungkin muncul pada hubungan pacaran merupakan cinta yang rapuh. Karena apa? Karena nggak ada komitmen yang mengikat dan mengharuskan adanya pertanggungjawaban. Kenapa merugikan dan merusak? Ya karena pacarannya bisa kebablasan. Kenapa bisa kebablasan? Ngulik buku Sayap-Sayap Sakinah lagi.
Apatah lagi jika cinta yang terbangun ternyata hanya didasari passion semata. Ketertarikan seksual tanpa komitmen cenderung merusak. Karena, passion itu dikendalikan oleh mekanisme hormonal. Ketika hormon-hormon telah disekresi oleh tubuh, dua insan berlawanan jenis akan cenderung sulit mengendalikan diri jika telah memiliki ketertarikan.” Hlm 57.
Intermezzo sejenak yuk. Kemaren pas enha iseng-iseng baca postingan di grup cocoklogi, ada seorang member yang sepertinya mau bikin mupeng para member jomblo. Mungkin postingannya cuma buat lucu-lucuan sih, tapi tanggapan member lainnya bagaimana coba? Mereka miris sama gaya pacaran anak zaman sekarang. Enha jadi terharu, ternyata di antara para member yang rata-rata suka ngepost hal-hal yang agak mesum, masih ada member yang lurus. Bahkan ada yang mengeluarkan sebuah pendapat yang kurang lebih begini bunyinya: alasan susah move on dari mantan, salah satunya ya karena sudah terlanjur begituan (mungkin yang dimaksud dengan 'begituan' adalah melakukan petting).

Biar nggak multi tafsir, ini dia gambarnya:
Pacaran dan begitulah...
Keknya cuma yang otaknya ngeres, yang bakal su'udzon.
Dan karena gue su'udzon, artinya gue juga ngeres. Hiks. T_T


Pacaran >< penjajakan karakter

Trus, apa penjelasan logisnya dari statement yang menyatakan bahwa pacaran tidak sama dengan penjajakan karakter? Ini penjelasan logisnya:

Kembali ke kutipan di atas tadi, kemungkinan cinta yang timbul dari hubungan pacaran, adalah romantic love. Sedangkan romantic love sendiri merupakan cinta yang dibangun dengan landasan passion serta intimacy doank. Timbulnya passion pun (seperti disebutkan di atas) dikendalikan oleh mekanisme hormonal.

“Mekanisme hormonal juga akan berdampak kepada subjektivitas seseorang. Ketertarikan seksual akan dengan cepat melahirkan rasa suka yang bersifat passionate. Pada jatuh cinta jenis ini, seseorang akan kesulitan bersikap objektif... Jika objektivitas sudah tak dimiliki, bagaimana mungkin pacaran disebut sebagai penjajakan karakter?” hlm 57.
Jika objektivitas sudah tak dimiliki, bagaimana mungkin pacaran disebut sebagai penjajakan karakter? Logis kan? Logis donk. Jatuh cinta sih merupakan hal yang wajar, tapi jangan sampai mematikan logika terlampau lama. Apalagi kalo ternyata pada akhirnya yang bro-sist cinta tadi, bukan jodoh bro-sist sekalian. Bisa gawat nanti kalo patah hati!

Sampai bagian ini mungkin ada yang akan nge-judge enha, “Yeee, itumah cuma pembelaanmu karena kamu emang belum pernah pacaran! Dasar jones!”

Uhuk. Anyway, bagi bro-sist yang kenal dengan para pasangan -yang nikahnya didapat dari proses pacaran, dan sampai sekarang pernikahannya masih adem ayem langgeng lestari, mari kita ucapkan selamat kepada mereka. “Selamat! Kalian cukup hebat juga ya. Berarti, jodoh kalian sepertinya memang bukan jodoh yang tertukar. Dan usaha kalian untuk menjodohi pasangan masing-masing, patut diacungi jempol.” '_' (y)

Oia, contoh ngenes tentang ‘tidak objektifnya penjajakan karakter ala orang pacaran’, sempat enha carikan dari mbah Gugel. Tapi cuma nemu beberapa kasus sih, dan linknya itupun kurang mengenakkan kalo di share di sini. (_) Contoh yang lebih cucok dengan deskripsi ‘tidak objektifnya penjajakan karakter ala orang pacaran’ di atas, dan tentunya nggak kalah ngenes, bro-sist bisa baca halaman 106-107 (masih) dari buku Sayap-Sayap Sakinah. Yang kepo... yang kepo... yang kepo... beli bukunya! Halah.

Betewe, postingan ini lama-lama kog jadi mirip promosi yang terstruktrur, massive, dan sistematis tentang buku Sayap-Sayap Sakinah ya? Haha. FYI, enha nulis postingan ini enggak dibayar sepeserpun. Berani sumpah. Tapi kalo ada yang mau bayar, enha enggak nolak rezeki kok. Huahahaha. \(≧ ∇ ≦ )/

Lanjut ke materi...

“Lucunya, orang tua zaman sekarang malah menganjurkan anaknya untuk berpacaran. Tapi mereka kadang membuat peraturan yang harus dipatuhi ketika sedang pacaran. Adab-adab berpacaran ala ortu saat ini antara lain adalah:
  •          Nggak boleh saling pegang tangan
  •          Pulangnya sebelum jam 9, dan sebagainya

Padahal, kemungkinan aturan tersebut untuk dilanggar sangat besar. Apalagi jika anaknya dan pacarnya menganut motto, “Hari esok harus lebih baik dari hari ini. Jika hari ini intensitas pacarannya cuma ngobrol berduaan, besok mulai berani pegang tangan. Besoknya lagi berani raba-rabaan, dan seterusnya, dan seterusnya, dan seterusnya. Kata-kata ustadz Hatta ini, selaras dengan penjelasan yang sudah disebut di awal. Hayooo lho… semoga bisa menjadi pengingat bagi diri sendiri dan kawan sekalian... Istiqomah itu memang berat cyin. Pernah enha khilaf, dan tergoda untuk pacaran sama Portgas D. Ace. Wakakaka. Abaikan yang terakhir tadi. ƪ(‾ε‾“)ʃ

Dan karena part III-nya sudah kepanjangan, enha potong sampe di sini dulu. Sekalian buat menggenapkan target jumlah postingan.

So? Bersambung lagi deh. :p

~bye

PS: BBSSS -> Bedah Buku Sayap-Sayap Sakinah


8 komentar:

  1. Woooo, ampe dibikin berseri..

    Itu gambar yang ceweknya lagi gak mens buanyak bingit yang setipe di 9gag. Tapi, banyakan yang ceweknya bilang kalo ortunya lagi gak di rumah.

    Aku mau curhat ah. Aku makin tua kok malah jadi gak semangat nikah yaaa...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sambil menyelam minum air. Dibikin berseri karena kalo ditulis satu postingan, bakalan panjang banget dan biar sekalian mendekati target jumlah postingan mbak. XD

      Di 9gag kadang aku juga menemukan hal2 yang menyesatkan lainnya. :v

      Jadi gak semangat nikah? Alasannya mbak?

      Dulu sih aku juga gitu, pengennya membelah diri aja, kayak amoeba, atau mengkloning sekaligus kloningannya diganti kelamin. :v
      Tapi, semua berubah sejak negara api menyerang. :v

      Hapus
  2. I know... I know... I know...
    Saya masih cenderung ke companionate, makanya saya nggak pacaran <~ alasan.

    Ngomong-ngomong, apa hubungannya datang ke rumah pacar dengan pacarnya nggak mens lagi? Dan aturan pacaran itu, darimana sejarahnya? [Tidak ada tujuannya, tidak masuk akal] <~doktrin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. mastin, good! XD

      Itu mungkin karena mereka berdua pengen ngaji bareng -> ini komen salah satu member yang menurut gw out of the box. Jadi, abaikan saja gambar itu. Mending kamu fokus ke bagian pacaran >< penjajakan karakter.

      Aturan yang disebutin di atas, cuma contoh yang dikemukakan ust. Hatta, keknya sbg ice breaker, biar pesertanya pada gak spanneng. :p

      Hapus
  3. udh lama ga blogwalking eh, udah lama ga ngeblog
    bau-bau postnya kk Enha mau nikah ni :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. halo Mang! Kemana saja kau? Tersesat di hutan?
      iya begitulah, ini baru sampai tahap memperbaiki diri sambil mengumpulkan niat. Wakakaka XD

      Hapus
  4. Silakan gan, asal bukan link hidup, komennya akan saya tampilkan. Betewe, hati-hati ya gan, di jalan depan banyak lubang.
    XD

    BalasHapus
  5. Mengais kearifan

    Setiap kali mematut diri depan cermin, aq menelanjangi diri lewat self talk yg kritis. Mengapa dan bagaimana menjadi pertanyaan yg cukup dominan.

    Bahkan pada setiap tulisan yg kubuat sesungguhnya ia cermin yg memantul utk perbaikan diri. Bahwa ia diambil manfaat oleh orang lain semoga menjadi catatan baik. Tetapi kebaikan apapun di pentas publik selalu akan membuka ruang tafsir yg amat luas.

    Maka Imam ali berkata, "engkau tak perlu menyesali fitnah yg didatangkan orang lain, namun menangislah bila fitnah itu karena laku dirimu sendiri. "

    Bang deddi mizwar datang dgn seluruh kesederhanaannya, ia berbicara soal "zero mind". Terkadang semua ikhtiyar kemanusiaan kerap mengalami situasi terbentur alias "mentok". Titik Nol ini perlu isi yg nyata yg bukan desain manusia yg lemah dan terbatas. Ia memerlukan campur tangan tak terbatas; Allâh.

    Aku menimpali ringan, "Termasuk soal bangsa yg tengah diuji persaudaraannya, rasanya perlu zero mind dari semua komponen bangsa. Keberpihakan ini harus dialamatkan kpd nilai bukan kpd figur dan kepentingan."

    Pada arena zero mind itu, terkadang sebagian kita kerap membegadangi malam hanya untuk mengundang Maha Kekuatan tak Terbatas, di zona ini rasionalitas tunduk sepenuhnya pada ketetapan ilahi.

    Tanda yg paling nyata dari dominasi cara Tuhan itu adalah keberanian utk tdk mudah dipengaruhi kekuatan apapun di dunia ini serta ketenangan yg tdk membuatnya sedih dan merana.



    Enha
    Fb: enha saja
    Blog: www.enhamotivator.wordpress.com

    BalasHapus

Komentarmu tak moderasi, artinya ya aku baca dengan seksama, dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Komentarmu = Representasi dirimu.
Ojo saru-saru lan ojo seru-seru. Ok dab?