“Hatiku yang resah, takkan bisa tenangSebelum kudengar, indah suaramuTak sabar hatiku, ingin menelfonmuTapi aku, wedi karo bojomu..Salahkah diriku, bila merindukanmuSedang kau disana, juga merindukankuWalaupun kutahu, kau ada yang memilikiTapi cintaku, tetaplah untukmu..Pengenku sms-an, wedi karo bojomuPengen telfon telfonan, wedi karo bojomuPengenku ngomong sayang, wedi karo bojomuSakjane kangen iki, rakeno dilereniNanging aku wedi...”
Lirik lagu di atas itulah yang akhir-akhir
ini selalu melintas di otakku, semenjak aku mendengarkannya dinyanyikan oleh para
pengamen, di dalam bus. Nada serta liriknya sangat mudah untuk diingat. Sayangnya, makna dari lirik di atas terlalu
mengandung konotasi negatif. Menurutku, lirik tersebut seolah-olah menggambarkan
bahwa selingkuh itu sudah menjadi hal yang lumrah, tidak tabu lagi, dan bahkan
sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat ini.
Lagu, sama seperti halnya produk-produk media
massa lainnya, bisa memberikan pengaruh kepada masyarakat. Sedangkan produk
media massa sendiri, biasanya juga dipengaruhi oleh budaya masyarakat setempat.
Singkatnya begini: sebuah produk media massa, konon merefleksikan kehidupan dan
budaya masyarakat tempatnya berada. Namun, ada juga yang beranggapan bahwa
media massa-lah, yang telah membentuk budaya massa.
Melihat contoh lirik lagu di atas, budaya
selingkuh terlihat seakan telah menjadi topik umum bagi masyarakat Indonesia. Fenomena
perselingkuhan yang mulai umum terjadi ini, kemudian dituangkan ke dalam sebuah
lagu. Tapi, kalau dilihat dari segi ‘media yang memberikan pengaruh,’ pihak
media-lah yang terkesan memberikan kontribusi paling besar, dalam menciptakan trend
perselingkuhan.
Yang menjadi pertanyaanku adalah,
sebenarnya pihak mana sih, yang punya pengaruh paling besar? Media ataukah
masyarakatnya? Wah, kalau ngomogin masalah ini, sepertinya perlu membaca banyak
referensi. Duh, malesku mendadak kambuh. Tapi seingatku sih, hasil yang diperoleh
dari berbagai penelitian mengenai efek media, cukup beragam. Dari segi
penelitian yang pernah dilakukan, kedua belah pihak memang saling mempengaruhi
satu sama lain. Media butuh rating, sedangkan masyarakatlah yang
menciptakan rating.
Acara yang rating-nya tinggi, tentu
saja akan ditayangkan secara terus menerus. Dan apapun yang ada di dalam acara tersebut,
secara tidak langsung akan mempengaruhi kebiasaan penontonnya. Misalnya saja, dalam
suatu acara sinetron yang rating-nya tinggi tadi, diceritakan bahwa
salah satu atau beberapa orang tokohnya selingkuh. Nah, karena ‘perselingkuhan’
ini ditayangkan setiap hari, dan ditonton setiap hari pula, maka penontonnya
lama kelamaan akan menganggap bahwa selingkuh itu merupakan hal yang lumrah. Tambah
lagi, acara infotainment yang cuma menyorot berita seputar artis, dan ndelalah-nya
si artis juga ketahuan selingkuh, trus diekspos oleh media. Yuuuhuuu, masyarakat
awam pun akan mulai menganggap bahwa selingkuh sedang menjadi trend masa kini.
Oke, kita tidak bisa menyalahkan pihak
media saja. Yang menentukan tinggi rendahnya rating suatu acara kan,
masyarakat juga. Ya tha? Rating acara bisa tinggi, karena acara
tersebut memang banyak penontonnya. Lha, si
penonton sendiri kog ya mau-maunya nonton acara begituan? Apakah karena mereka
mengalami kondisi katharsis, menyamakan nasib mereka dengan para tokoh
yang ada di sinetron, trus jadi ketagihan nonton sinetron? Ataukah karena
masyarakat Indonesia sudah mulai tumbuh menjadi masyarakat yang lebay, sehingga
menyukai tontonan yang lebay pula?
Jadi, yang paling punya pengaruh itu sebenarnya
siapa sih? Aku jadi bingung. Meminjam istilah seniorku mengenai siapa yang
mempengaruhi siapa (media atau khalayak kah yang paling berpengaruh), menentukan
jawabannya tuh ibarat menjawab pertanyaan “ayam dulu atau telor dulu?” Kalo
menurutku sih, semuanya tergantung dari sisi mana kita melihatnya, syalalalala...
*mulai stress*
Betewe, aku jadi teringat obrolanku dengan Eno di facebook,
mengenai tema yang kebanyakan diangkat oleh sinetron Indonesia. Aku sih jarang
nonton TV, jadinya nggak bisa segeregetan Eno. Dia bilang bahwa
sinetron-sinetron ini, isinya secara nggak langsung memberikan pesan dan kesan
bahwa selingkuh itu biasa, hamil di luar nikah itu hal yang wajar, kawin cerai
itu biasa saja, dan sebagainya dan sebagainya. Eno curiga, seandainya berbagai sinetron
tersebut mengandung subliminal message. Kalau menurutku sih, itu bukan subliminal
message. Tapi malah masuk
ranah propaganda.
jadi wanita panggilan :v |
Apa iyasih, kalau yang kami omongin di (gambar)
atas tuh beneran propaganda? Lagian, bukankah kebanyakan sinetron di Indonesia pada
kejar tayang ya? Bukankah kalo kejar tayang, waktu editing jadi sedikit?
Kalo waktu editing sedikit, mana sempat buat nyusupin subliminal
message ataupun subliminal stimuli, ya nggak sih? Au ah gelap.
Sebenarnya, terpaan media macam apapun,
akan bisa diminimalisir efeknya kalo kita punya media literasi. Sayangnya,
belum semua masyarakat Indonesia melek media. Mereka-mereka yang belum punya
literasi memadai mengenai konten media inilah, yang mudah terombang-ambing
dalam berbagai arus kepentingan yang diusung oleh media.
Hal yang paling menggemaskan dari media
sekarang ini, kalo ada kasus ‘nggak penting,’ seringnya malah diekspos
habis-habisan. Seolah-olah media dengan sengaja mengekspos kasus tersebut,
untuk menutupi isu-isu lain yang lebih penting. Yang lebih lucunya lagi,
masyarakat malah senang dengan kasus-kasus ‘nggak penting’ ini. Apakah
masyarakat Indonesia sudah terlalu hedonis, sehingga mereka lebih memilih
menonton sinetron berbau perselingkuhan daripada menoton acara motivasi?
Uh, tulisan ini malah jadi melebar
kemana-mana, nggak fokus, melompat-lompat seperti cara pikir penulisnya. Payah.
Sebelum melompat ke topik yang lain lagi, mendingan kuakhiri sampai di sini.
Intinya, kalau kamu ingin mengubah tayangan di Indonesia tercinta ini, caranya
bukan dengan serta merta membuat TV nasional tandingan, yang mengkhususkan diri
menyiarkan segala hal yang ‘benar-benar bermanfaat’.
Tayangan penggugah jiwa sekeren apapun,
kalo masyarakatnya memang belum pengen untuk ‘dibangunkan’ pasti nggak bakalan
laku deh. Jadi, cara membangunkan dan mengubah masyarakat ini bagaimana ya?
Ubahlah dirimu sendiri dulu, karena kamu nggak akan bisa mengubah apapun,
selama kamu belum bisa mengubah dirimu sendiri. Bisa?
Akhir
kata, selektiflah dalam memilih hiburan dan informasi, have a nice day and
bye. Oia one more thing, CMIIW pleaseeeee....
Keterangan:
wedi karo bojomu: takut sama istri/suami mu
Sakjane kangen iki, rakeno dilereni: aslinya rasa rindu ini, tak bisa dihentikan
Nanging aku wedi.. : tapi aku takut...
subliminal message: pesan yang hanya bisa ditangkap oleh
alam bawah sadar
subliminal stimuli: rangsangan yang hanya akan diterima oleh
alam bawah sadar, bisanya digunakan untuk ‘memanggil’ memori tertentu yang ada
di otak manusia.
nah loh :D ahahah
BalasHapuslah, apanya yang 'nah loh' bro?
Hapuskog mendadak, saya jadi merasa dituduh sebagai pelaku selingkuh sih
:v :v :v
ahahaha... *tepok jidat dah*
XD
nah lho itu pertanyaan yang bisa bikin drop lho mbakyu :D hahahah
Hapuslha iya, trus kenapa 'nah lho'?
Hapus*gagalpaham*
(@.@")
yuk selingkuh wkwk
BalasHapusastaganaga... e.e
Hapusnope dah sob, wkwk:
1. apa yg mo diselingkuhin
2. cheating... it hurts everyone
ada nemu quote bagus nih:
"if you succeed in cheating someone, don't think that person is a fool... Realize that the person trusted you much, more than you deserved..."
nyerah \^o^/
BalasHapus*lambaikan tangan ke kamera*
*mendadak kameranya eror, trus yang kerekam cuma gambar sebelum melambaikan tangan*
Hapus...yang artinya, Siamang belum boleh nyerah...
wkwkwkwkwk
XD
btw, ngomongin apasih ini?
Itulah kalau stasiun TV Indonesia hanya mencari duit saja. Cari duit sih boleh2 aja, tapi kualitas harus tetap dikedepankan..
BalasHapuslha, kalo masyarakatnya sendiri juga seneng nonton acara yg begituan, gimana bang?
Hapus@,@
Yg lagi ngetrend mungkin lagunya, En! Lagu itu kan ciptaan dari sebuah Orkes lokal. Kayak lagu "layang sworo", "masa lalu" dsb. Kemudian dibawain ama para biduan panggung, trus direkam, dijual berupa vcd, trus dinyanyiin ama pengamen.
BalasHapusGue kira itu sih cuma masalah keunikan lirik. Entah kalo mereka nyiptain lirik dg ngeliat pengalaman sekitar. Tapi menurut mereka (kebetulan di tempat gue juga ada grup orkes) semakin unik dan aneh lirik dibikin, itu makin diinget orang. Contoh laen lagu "telat 3 bulan" atau "buka sitik jos". Trus gmn para komposer kampung meracik genre koplo dan goyangan si Biduan itu juga jadi faktor utama.
Kemungkinan laen, karna adanya pengalaman di dunia nyata kayak yg gue saring dari tulisan elo di atas. Mungkin emang lagi trend, tapi cuma di lingkup kalangan pelaku dan penikmatnya.
^_^
*buka sitik joss!
trus trus trus, kalo yg lagi ngetrend (cuma) lagunya, kenapa temenku ada yg ngeluh masalah sinetron yg temanya hampir serupa? Padahal kan, sinetron menjangkau banyak masyarakat di Indonesia, apakah itu membuktikan bahwa fenomena 'selingkuh' sudah menjadi trend nasional? piye jal?
Hapuseh, kalimat 'buka sithik joss' itu, juga nyampe di Kendal juga tha? kupikir adanya di daerahku saja...
ahahahahaha...
XD
Sepakat, En. Kebanyakan memang filem Indonesia kurang memperhatikan isi cerita dalam sudut pandang nilai-nilai, lebih mementingkan narasi. Apapun itu, yang jelas narasinya bakalan disimak oleh penonton, pasti dibikin, ditayangkan. Gila...
BalasHapusAku makin sadar sejak sebuah kejadian yang ... pada waktu itu media benar-benar sok tahu dalam bercerita, yang pada akhirnya membentuk opini yang salah pada masyarakat. Media memang ahli ya membentuk opini... Untuk postingan kamu ini temanya hanya selingkuh, coba deh tema yang lain: korupsi, konspirasi, dll. Pasti sama jalan ceritanya.
pssttt aku kasih tahu sebuah rahasia umum ya... sebenarnya, rating yang didapat oleh lembaga peneliti rating tuh, berasal dari objek yang kurang valid. Misal, gegara penghuni rumah pada sibuk kerja -pergi pagi pulang malem- dan yg ada di rumah cuma PRT-nya saja. Jadi, yg nonton tuh TV, kebanyakan ya PRT ini. Karena PRT ini sukanya nyetel TV sambil melakukan aktifitas2 lain, kayak nyeterika, ngepel dsb, yang dia butuhkan adalah tontonan dg narasi yg aduhai gitu. So, jangan heran, kalo tayangan yg aduhai2 inilah, yg mendominasi rating tinggi, *ini kata dosen adver gue dulu*
HapusEmang, kamu pernah ngalamin kejadian apa bro?
media memang ahli dalam membentuk opini, khususnya jika yg kena terpaan media nggak ngeh sama media literasi. :(
Ane ngambil tema selingkuh karena tema lainnya udah banyak dibahas diblog lain. Tema selingkuh sepertinya lebih merakyat daripada tema2 korupsi, konspirasi, dll *padahal, aslinya takut mbahas masalah begonoan* :v
Bukan aku, tapi sejawatku.
Hapusyang kamu ceritain di postinganmu itu ya? ntar gw baca lagi.
Hapuskemaren aku bacanya secepat kilat euy
XD
Kecepatan kilat memangnya berapa? LOL
Hapus50.000 km/detik
Hapuskata mbah Gugel sih
XD