Bismillah...
Lama tak berbagi sesuatu, rasanya jadi canggung ya... Apa
kabar kawan sekalian? Baik kah? Lagi merasa apa? Senang? Sedih? Bête? *Sok-kenal-sok-akrab
mode on* Betewe, karena aku orangnya cablak, daripada muter-muter, lebih baik
langsung ke inti saja yaaa... :D
Adakah di antara kenalan teman-teman sekalian yang orangnya
bertampang angker, sangar, galak, tidak ramah, dan suka berbicara blak-blakan?
Apa yang teman-teman rasakan terhadap orang tersebut? Anyel? Jengkel? Ngeri? Amit-amit?
Pernahkah kalian bertanya, kenapa teman kalian bisa bertampang
angker, sangar, dan galak? Bukankah di balik suatu hal, selalu ada hal lain
yang mendasari? Bukankah muka angker, muka sangar, dan muka amit-amit itu juga
terjadi karena ada alasannya? “Yeah,
itumah bawaan sejak orok, cyin! Dari sana emang setting mukanya seperti itu
kaleee...” Bisa jadi teman-teman sekalian berpikir begitu. Tapiii...
hubungannya berpura-pura tangguh dengan muka angker apa? Ada deh~ (credit) |
Tahukah teman-teman sekalian bahwa meski tulisanku banyak
bercandanya, suka sok kenal sok akrab, selengekan
dan terkadang geblegnya bukan
kepalang; namun sebenarnya aku ini seorang (yang kadang) pendiam bertampang sangar,
angker, angkuh, sombong (apapun sebutannya)? Tahu nggak? Nggak tahu kan?
Penampilan luar boleh angker, namun jiwanya unyu. Serious outside, crazy inside. Halah. Wise man said, “Don’t judge the book by it’s
cover.” Tapi sebenarnya, kadang aku juga suka ‘do judge the book by it’s cover’ dink. Apalagi kalau bukunya membahas masalah desain grafis. Demikianlah.
****
Muka Angker: mulai
dari grogi, sangar hingga flat face.
Aku ini orangnya pemalu dan paling tidak suka menjadi pusat
perhatian, karena hal itu membuatku gugup dan grogi. Sewaktu taman kanak-kanak,
guruku bahkan hampir memutuskan bahwa aku harus tinggal kelas, karena aku tidak
pernah mau jika disuruh untuk melakukan apapun di depan kelas. Entah itu
membaca puisi, menyanyi, memimpin do’a ataupun menyiapkan barisan. Aku tidak
mau melakukannya bukan karena tidak bisa, tapi karena terlampau malu. Anehnya,
kalau di rumah mendadak kug rasa malunya hilang sendiri. Di rumah cerewet, di
luar rumah pendiam. Kelihatan insecure
sekali ya? -_-
Syahdan, dulu sewaktu kelas lima SD, aku dan dua orang temanku
yang dua-duanya juga perempuan, mendapat giliran sebagai pengibar bendera. Pengibar
bendera upacara Hari Senin umumnya hanya terdiri atas tiga orang: bagian samping
kanan, bagian tengah-yang membawa bendera, serta bagian samping kiri. Celakanya,
waktu itu aku jadi pengibar di sebelah kiri, dan itu merupakan posisi terdekat
dengan peserta upacara.
Kenapa aku bilang celaka? Karena halaman sekolah yang cuma
seuprit, membuatku dan para peserta berjarak tidak terlalu jauh. Aku bisa
merasakan mata-mata itu menatap tajam ke arahku. Membuatku grogi dan gugup. Dan
ketika grogi, hal-hal aneh mulai kulakukan tanpa bisa dikontrol.
Saat acara pengibaran bendera dimulai, tiba-tiba aku tertawa
tanpa sebab yang jelas, saking groginya. Tertawa pada saat pengibaran bendera, yang
seharusnya menjadi acara sakral? Sungguh petaka yang memalukan! Bapak kepala
sekolah marah besar atas ulahku, terasa sekali dari pidatonya waktu itu. Alhasil
sejak saat itu, ketika upacara bendera berlangsung, paling banter aku hanya
diberi tugas sebagai pembaca susunan acara. :D
****
Uhm... Setahuku, orang yang sedang grogi biasanya memang
mudah melakukan hal-hal yang tidak wajar, sih. Seperti kisahku tadi, saat grogi
aku langsung tertawa. Beberapa orang yang kukenal, juga melakukan hal aneh ini.
Ada juga yang ketika grogi, malah mendadak banjir keringat. Ada juga yang kalau
grogi, pembawaannya berubah menjadi kikuk. Bahkan, ada juga yang sengaja
memasang muka datar nan sombong, untuk mencegah agar tidak grogi.
Untuk masalah muka datar, jurus ini cukup ampuh saat kugunakan
untuk-mencegah-timbulnya keanehan-perilaku, sebagai akibat dari munculnya rasa grogi.
Kupikir tidak semua orang bisa dengan mudah memasang muka flat face. Hanya orang-orang tertentu saja. Terutama orang-orang
yang suka berpura-pura tangguh, namun sebenarnya rapuh. Enaknya dibahas juga
nih, tapi bukan di sini, di part selanjutnya saja ya.
Kembali ke tema muka angker. Singkat cerita, empat tahun setelah
kejadian pengibaran bendera yang memalukan tadi, aku diberi kesempatan sekali
lagi untuk menjadi pengibar bendera. Saat itu aku sudah kelas tiga SMP. Dan kali
ini, aku mendapat giliran sebagai pembawa benderanya. Posisiku di tengah, dengan
diapit dua orang temanku.
Halaman yang digunakan untuk upacara tentunya lebih luas
daripada halaman SD-ku dulu. Jarak antara peserta dengan petugas upacara pun cukup
berjauhan. Dua teman lelaki yang ada di kanan-kiriku juga lebih tinggi dariku, yang
tentu saja ini membuatku merasa nyaman dan aman, karena sosokku seakan tersembunyi dari sorotan tajam. And yes, sewaktu pengibaran bendera
dimulai, aku tidak tertawa-tawa lagi. Karena memang tak ada rasa grogi.
Tapiiiiii... rasa grogi itu tergantikan oleh ekspresi wajah yang menyeramkan.
Jika digambarkan, ekspresiku saat itu adalah: ekspresi orang
jutek dengan muka ‘flat face’, mirip
ekspresinya orang sombong –tambah lagi, sewaktu melakukan langkah tegap,
biasanya daguku (anehnya) akan sedikiiiit mendongak ke atas. Benar-benar tampak
seperti orang yang super sombong dengan tatapan dingin. Kalau kupikir-pikir
lagi, dalam kondisi good-mood, ekspresiku
bisa berubah menjadi sedemikian sangar hanya pada saat-saat tertentu saja.
Karena benci menjadi the center of attention itulah, terkadang aku suka memasang muka sangar. Aku tahu bahwa ini merupakan salah satu threat yang harus segera dihilangkan, ya kan?! -_- |
Bahkan adikku pernah berkata kepadaku:
“Mbak, aku jadi pengen tertawa ketika melihatmu bermain tam-tam,” katanya
“Kenapa emang?”
“Wajahmu itu... tanpa ekspresi...” dia berkata seperti itu sambil nyengir kuda, seperti berniat untuk ngécé.
Bermain tam-tam dengan ekspresi muka datar? Sepertinya
lumayan mengganggu juga sih. Seolah-olah aku tidak menikmati permainan tam-tam
itu sendiri. Padahal, aku selalu bersemangat ketika menabuh tam-tam. Apalagi
kalau pas ada rasa anyel, semakin semangatlah gebukannya.
Tapi ya itu tadi. Suasana hati terkadang tidak bisa sinkron
dengan ekspresi. Well, wajahku memang
bisa berubah sangar, jika sedang dalam konsentrasi tingkat tinggi. Perubahan
ekspresi ini kulakukan agar konsentrasiku tidak buyar. Karena pada dasarnya
konsentrasiku memang gampang teralihkan. :p
****
Aku benci ditatap. Atau... mungkin semua orang bergolongan darah AB memang benci ditatap? Entahlah.
|
Muka orang yang pandai
merayu, katanya! Pastinya orang ini belum pernah melihat mukaku.
Aku tidak tahu alasannya, tapi satu hal yang jelas aku tahu:
aku paling tidak nyaman ditatap orang lain, apalagi kalau yang menatap adalah laki-laki*.
Tatapan itu bisa mengubahku menjadi badmood
mendadak. Kemarahanku seakan langsung tersulut dan membuatku ingin berteriak: “Apa lu lihat-lihat? Nantangin gw ya?!”
Itulah sebabnya kenapa aku bisa langsung hilang kesabaran, sewaktu
ada yang bilang kalau mukaku seperti muka orang yang pandai merayu. Seumur-umur, baru sekali aku belajar merayu, dan itupun
gagal total. Berakhir dengan dampratan. Jadi, kalau ada yang menuduhku pandai
merayu, itu merupakan fitnah yang sangat keji.
:D
"Have I got something on
my face?" –Rita Vrataski (Edge of Tomorrow: 2014)
|
Bahkan, salah seorang mas sepupu-ku-dari-pihak-ayah berkata,
bahwa mukaku ‘mengerikan dan bikin sungkan. Membuat segan. Seperti menyimpan
misteri.’ Atau apalah sejenisnya.
Mas sepupu-ku yang usianya lebih tua setahun ini, dulu memang
tidak terlalu akrab denganku. Sekarang juga masih nggak dink. Kami selalu beda sekolah. Dan pada suatu lebaran, masku
sepupu beserta istrinya datang ke rumah. Waktu itu kami bisa ngobrol banyak
hal, dan entah kenapa masku sepupu malah membahas tentang betapa dia tidak bisa
dekat dengan ayahku, yang notabene adalah pakdhenya
sendiri. Masku ini sangat sungkan dengan ayahku, karena menurutnya aura ayah
kelihatan angker. Seangker auraku ketika aku masih SMP.
Menurut penuturan mas sepupu-ku, meski kami beda sekolah,
tapi terkadang kami bisa pulang se-mini-bus bareng. Berhubung aku ini orangnya terlampau
cuek, aku tidak pernah merasa dan tidak pernah tahu kalau kami bisa pulang naik
mini-bus yang sama. Nah, masku yang tahu kalau kita bisa pulang bareng, malah sama
sekali tidak menyapaku. Alasannya karena mukaku angker. Dia bilang, ‘Aslinya sih
pengen menyapa, tapi nanti kalau ternyata dicuekin kan bisa wagu’. Apalagi dia pulangnya juga barengan
dengan dua-tiga teman laki-lakinya.
****
Tuh kan! Masku sepupu saja tega mengatakan bahwa mukaku
angker, apalagi orang asing! Aku sendiri juga sadar kalau auraku lebih banyak
kadar maskulinnya. Trus, masa’ ada SMS iseng yang nyasar, lalu berani bilang
kalau mukaku seperti mukanya orang yang pandai merayu? Ini sungguh pelecehan! Memangnya, dia pernah lihat mukaku?! Mukaku kan angker! :p
Betewe, pernahkah teman-teman sekalian bertanya: kenapa sampai
ada saudara atau teman atau kenalan kalian, yang bisa bertampang angker-sangar-jutek-apapun sebutannya? Bukankah
di balik suatu hal, selalu ada hal lain yang mendasari? Bukankah setiap bayi
yang lahir ke dunia, dibekali dengan ekspresi yang unyu? Tentu saja kami (orang-orang bermuka angker tapi jiwanya unyu) tidak
terlahir dengan aura dan ekspresi sangar bin angker seperti ini. Jadi
keangkeran ini bukanlah bawaan sejak orok! Ada alasan dan sebab yang mendasari
donk...
Ah tapi...
Bersambung dulu deh...
****
*tidak
semua tatapan, hanya beberapa tatapan tertentu sih. Karena terkadang kupikir ada
tatapan yang benar-benar menyebalkan. Tatapan menyebalkan yang seolah bisa
membakar dan melubangi. Tatapan yang bikin risih... Entahlah, sulit untuk digambarkan dengan kata-kata.
Jadi pengen lihat wajahmu, En ... Entah karna apa? Karna gue gak pengen ada yg nyaingin wajah sangar gue. Ini pemberian, ketika itu gue berdoa: "Ya Allah, paringono sangar! Aamiin ...
BalasHapusaamiin... :p
Hapusfinally, welcome back brother. Ayo rajin ngeblog lagi kek dulu! :D
because karena kita sama-sama gokil, kalo suatu saat ketemu yg ada malah aku mungkin gak tampak sangar. Malah tampak absurd. Melihatmu in real life mungkin aku bakalan ngakak duluan.
Wkwkwkwk
X,D
*oom monkey... mana oom monkey*
nostalgi(L)a
bener, nih ngajakin? gue mah ayo aja ... stumon mana gak jawab?
Hapusngajakin ngeblog lagi? why not? :D
HapusPertanyaan, apakah kalian para manusia minim ekspresi dan hemat kata-kata bisa cepat akrab?
BalasHapuspertanyaan yg bagus sekali. :D
Hapus"apakah kalian para manusia minim ekspresi dan hemat kata-kata bisa cepat akrab?"
kalau di dunia nyata... NOPE! :D
butuh berkali-kali bertemu dengan seseorang agar kami (njah, kami... Gw aja kali ya?) merasa nyaman untuk bisa sok-kenal-sok-akrab (SKSA).
In my case, aku selalu mengamati perilaku orang yg baru kukenal. Kalau orangnya asyik, bisa langsung di-SKSA'in. Kalau orangnya pendiam kek aku, ya bakal lebih lama lagi akrabnya. :D
SKSA pun dilakukan hanya saat2 tertentu saja. Kenapa SKSA? karena setelah diamati orangnya ternyata asyik.
NB: kami (atau lebih tepatnya aku aja ya?) jarang sekali memulai percakapan dengan orang asing, kecuali saat-saat tertentu saja. Ada S&K yang berlaku. Begitulah. Aku bingung bagaimana menjabarkannya. -_-
Ada orang yang baru ketemu, bisa langsung diajak (atau mengajak) ngobrol macam-macam. Ada yang sudah berkali-kali ketemu, tapi tetep saja masih kaku untuk diajak (atau mengajak) ngobrol.
Kesimpulannya: Semuanya tergantung situasi dan kondisi. :D
Kupikir kalian merasa diri kalian spesial. Jadi sesama orang spesial kalian akan cepat akrab.
Hapusaku tidak berpikir begitu.
Hapusbahkan kadang aku merasa bahwa aku tidak layak dan tidak pantas untuk memulai sebuah pembicaraan. -_-"
Bisa lekas akrab dan nyambung karena kemistri kali ya?
cocok aja gitu, tanpa musti dicocok-cocokin.
Kek dulu pas kenalan sama sohibku Oryza.
Kek dulu pas ngerusuhin brader Eksak dan Oom Mangki.
Kek dulu pas nyasar di blogmu gegara chibi chara dari blognya John Terro.
terasa klop aja gitu. :D
Kasian amat sampai ngerasa nggak layak memulai pembicaraan.
Hapusmakanya puk-puk'in gw donk. :D
HapusHayooo, siapa ya ini? kenapa gak pake ID?
anonim nyasar? kecil kemungkinannya. Kenapa? Timing komenmu itu soalnya. XD
Itu lagi males login aja sebetulnya.
Hapus*puk-puk*
*puk*
*bugh!!*
*gedebug!*
kampret ni bocah. Ngepuk-puk ujung2nya nggebuk. -_-
Hapuskuwalat lho!
cieee yang lagi jatuh cinta lagi... cieee... :D
*double uppercut*
Ketika blog yang tujuannya buat pengembangan diri malah ditempati curhat, di situ kadang saya merasa gagal. Ah, sudahlah.
Hapuscurhatanmu bagus sekali. senang sekali membaca tulisan orang yg mau mengoreksi diri sendiri. Melihat kelemahan diri sendiri.
Hapuskamu falzart kan?
Bukan, itu anonim
BalasHapuserrrr... maksudnya, itu kamu lagi gak log in, kan? -_-
Hapusmuka kek celeng, kelakuan kek asu!
BalasHapusTiga,
Hapusmana nih foto lu? dihapus ya? malu karena lu jelek kek tai? udah nyadar muka kek tai masih ditawar2in ke cowok. lu pikir ada cowok yg bakal tertarik? yg ada mereka ingin muntah! cewek rusak lu!
BalasHapusEmpat,
Hapus*grabs popcorn*
HapusBijak sekali kamu En sebagai Admin, membiarkan komentar bernada kebencian itu di sini.
Sengaja kutampilkan bro... siapa tahu, nanti pas kurang kerjaan bisa dijadikan bahan latihan analisis wacana. Hehe.. n,n v
HapusAku ingin tahu kognisi sosial para pemberi komen yang aku beri nomor. :D
Dari situ mungkin aku bisa menemukan suatu pola atau motif tertentu. Tapi ini masih sekedar hipotesis sih.
Kalau sampai dibikinkan analisis wacana artinya kamu punya terlalu banyak waktu luang, En. Saya ragukan itu. Hahahaha...
HapusHaha...
HapusBikin blog kan artinya juga ada waktu yg disediakan tho, berkomentar, membalas komentar, ini juga waktu yg diadakan, disisihkan secara khusus.
Waktu luang akan ada kalau memang dilayangkan, sengaja diciptakan, sengaja diadakan. Entah itu seminggu dari sekarang, dua minggu, sebulan, dua bulan.. dan seterusnya.
Dan sistem berpikirku anehnya tidak mematok suatu waktu khusus, terkadang lagi ngapain gitu, tetiba dapet ilham.
Dilayangkan maksudnya diluangkan. -_-
Hapus