Bismillah...
Suatu hari, aku dapat film lucu dari adik sepupuku yang dulu pernah sensi sama tagline Tolak Angin. Film Thailand bergenre komedi romantis. Judulnya: I Fine Thank You Love You. Meski filmnya menurutku agak kurang gimanaaa gitu, tapi tetep saja aku tonton sampai selesai. Ada satu adegan yang menceritakan pemainnya sedang mencoba melakukan praktek berbahasa Inggris. Kalimat di bawah ini kuambil dari salah satu adegan film yang kusebut tadi:
Tulisan di papan tulis: 1 minute speech-Mole |
“Mole... A mole is destiny in action. Moles are destiny’s little miracles, because no person can predict where or when a mole will actually appear. Or even finally end up on their body. Moles appear to be random. But if moles are truly random, how can two different people, two different strangers, have a mole in exactly the same spot? Maybe it’s destiny.
You see, moles and destinies are no different. If you wait to meet someone with the exact same mole, it is almost impossible. That is why we need to write our own destiny.”
“Tahi lalat... Tahi lalat adalah takdir dalam aksi. Tahi lalat adalah keajaiban kecil dari takdir, karena tak ada yang dapat memperkirakan di mana dan kapan tahi lalat akan muncul. Atau bahkan akhirnya berakhir di tubuh mereka. Tahi lalat muncul secara acak. Tapi jika tahi lalat benar-benar acak, lalu bagaimana dua orang, yang sepenuhnya orang asing, memiliki tahi lalat di tempat yang sama? Mungkin itu takdir.
Kau lihat, tahi lalat dan takdir tidak berbeda. Jika kau menunggu untuk bertemu orang yang memiliki tahi lalat di tempat yang sama, Itu hampir tidak mungkin. Karena itu kita harus menulis sendiri takdir kita.
****
Tergelitik oleh tiga kalimat terakhir, makanya aku membuat postingan ini. Dan batasan bahasan untuk keseluruhan tulisan ini adalah pada kalimat:
"Tahi lalat dan takdir tidak berbeda. Jika kau menunggu untuk bertemu orang yang memiliki tahi lalat di tempat yang sama... Itu hampir tidak mungkin. Karena itu... Kita harus menulis sendiri takdir kita."
Sebelum memulai, sepertinya harus ada penyelarasan pemahaman agar tidak timbul ambiguitas penerimaan.
Term agar bisa sepemahaman:
- Tuhan itu ada
- Tuhan itu Maha Mengetahui
- Tuhan itu Maha Berkehendak
- Tuhan itu Maha Adil
- Tuhan itu Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
- Tuhan tidak men-zalimi makhluk-Nya
- Tuhan itu Maha Pengampun lagi Maha Pemaaf
- Tuhan itu Maha mengabulkan do’a
Oke, mari kita mulai... ^^,
****
Takdir... Apasih sebenarnya takdir itu?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (online), takdir adalah ketetapan Tuhan. Simple, kan?!
Ingin penjelasan yang lebih kompleks? Aku kutipkan pendapatnya Ibnul Qayyim (dari bukunya Ash-Shallabi, 2014: 24):
“Makna syar’i qadha’ dan qadar yaitu takdir Allah ‘azza wa jalla pada segala sesuatu sejak dahulu dan pengetahuan-Nya bahwa ia akan terjadi pada waktu yang sudah Dia tentukan, dalam keadaan tertentu, penulisan-Nya terhadap hal tersebut, kehendak-Nya dan terjadinya sesuai dengan apa yang Dia tentukan dan ciptakan.”
Sedangkan penjelasan ringkasnya menurut Ash-Shallabi, takdir adalah apa yang Allah ‘azza wa jalla tentukan sejak zaman azali pada makhluk-Nya.
Takdir sendiri di bagi menjadi lima macam:
Takdir Azali: sebelum penciptaan langit dan bumi ketika Allah ‘azza wa jalla menciptakan pena. Dia subhanahu wa ta’ala mengatakan kepadanya, ’Tulislah.’ Pena itu mengatakan, ’Apa yang aku tulis?’ Dia subhanahu wa ta’ala mengatakan, ’Tulislah segala sesuatu yang akan terjadi.”
Takdir pada hari diambilnya kesaksian. Perjanjian fitrah yang pertama. Allah ‘azza wa jalla mempersaksikan mereka atas diri mereka sendiri dan berkata kepada mereka, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (lanjutannya baca aja QS. Al A’raaf 172-173).
Kemudian Allah menjadikan mereka –dengan ilmu dan kebijaksanaan-Nya –dua kelompok. Satu kelompok di surga dan satu kelompok lainnya di neraka. (Ash-Shallabi, 2014: 102-103)
##### Intermezzo: bukankah kalimat di atas sangat menggelitik? Siapa yang bakalan di masukkan ke surga dan siapakah yang dimasukkan ke neraka? Tentu saja jawabannya adalah bahwa ini merupakan hak prerogative milik Allah. Seru juga ya kalau dibahas... tapi kapan-kapan sajalah, biar postingan ini nggak melenceng dari batasan yang telah ditetapkan.
Takdir ‘Umri (Seumur hidup). Ketika pembentukan nutfah (setetes mani) di rahim. Ketika itu, ditulislah (oleh malaikat) jenis kelaminnya (laki-laki atau perempuan), ajal, amal, dan nasibnya (sengsara atau bahagia) serta semua yang akan dialaminya.
Takdir Hauli (Tahunan) pada Lailatul Qadar.
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Di kitab induk pada malam lailatul qadar dituliskan apa yang akan terjadi selama setahun, berupa kematian, kehidupan, rezeki, hujan, hingga orang-orang yang pergi haji. Dikatakan, ‘Fulan dan fulan pergi haji.’” (Tafsir Ibnu Katsir).
"Allah memutuskan segala urusan selama setahun penuh, yaitu penghidupan, musibah, kematian, dan kehidupan, sampai tahun depan." (Abdurrahman Al-Mahmud).
####Jadi, wajar donk jika para Muslim sangat menanti-nantikan Ramadhan dan mengharap lailatul qadar?! Biasanya, kebanyakan Muslim juga menjadi lebih semangat beramal dalam bulan ini. Karena apa? Karena mengharap takdir yang lebih baik untuk setahun ke depan lah~ Supaya takdirnya (yang sudah ditulis oleh malaikat) di revisi menjadi lebih baik, mungkin begitu motifnya.
Takdir Yaumi (Harian). Penyebutan takdir sampai waktu-waktu yang sebelumnya sudah ditakdirkan untuknya.
Ibnu Jarir meriwayatkan dengan sanad hasan, dari Munib bin Abdullah Al-Azdi, dari ayahnya, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam membaca ayat ini: “Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” Kami lalu bertanya, “Wahai Rasulullah! Apa kesibukan itu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam menjawab, “Mengampuni dosa, melepaskan masalah, mengangkat suatu kaum dan merendahkan kaum yang lain.” (Tafsir Ibnu Katsir)
Al-Baghawi berkata ketika menafsirkan ayat ini, “Setiap waktu Dia dalam kesibukan”, “Di antara kesibukan-Nya adalah menghidupkan, mematikan, menciptakan, memberi rezeki, memuliakan suatu kaum, menghinakan suatu kaum, menyembuhkan orang sakit, membebaskan tawanan, melepaskan kesulitan orang yang kesulitan, mengabulkan orang yang berdoa, memberi orang yang meminta, mengampuni dosa, menciptakan pada makhluk-Nya apa pun yang dikehendaki-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya yang lain yang tak terhitung banyaknya.” (Tafsir Al-Khazin dan Al-Baghawi).
Le me: ibrahnya apa? Perhatikan kalimat yang kugaris bawahi: ‘Mengabulkan orang yang berdoa, memberi orang yang meminta...’ Well, sepertinya takdir bisa diubah dengan do’a. CMIIW.
****
Tapi... untuk apa kita berusaha mengubah takdir? Karena kita selalu mengkotak-kotakkan takdir menjadi dua macam: takdir baik dan takdir buruk. Takdir baik adalah ketika kita merasa senang-bahagia-nyaman-tenteram-dan sebut hal lain yang sifatnya bagus. Sedangkan takdir buruk adalah ketika kita merasa sedih-kecewa-tidak nyaman-selalu khawatir-dan hal lainnya yang tidak menyenangkan. Bukankah demikian?
Ubadah bin Shamit radhiyallahu’anhu berkata:
“Wahai putraku! Bertakwalah kepada Allah. Engkau tidak akan bertakwa kepada Allah hingga beriman kepada takdir. Engkau tidak akan beriman kepada takdir hingga beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk serta meyakini bahwa apa yang menimpamu tidak akan meleset darimu dan apa yang meleset darimu tidak akan menimpamu.”
Sekarang fokus ke kalimat, “Engkau tidak akan beriman kepada takdir hingga beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk...” Maksudnya mungkin, kita tidak dikatakan beriman jika kita belum percaya bahwa segala kebaikan yang terjadi pada hidup kita adalah karena takdir dan izin Allah, pun demikian dengan hal-hal (yang menurut kita) buruk yang terjadi pada hidup kita, juga terjadi karena takdir dan izin Allah.
Tapi... apa iya, Tuhan kita tega membiarkan kesusahan, kemalangan, dan berbagai macam takdir buruk berupa derita lainnya menimpa kita? Tentu saja tidak begitu. Ingat kembali pada term awal yang sudah disebutkan di atas: Tuhan itu Maha Mengetahui, Tuhan itu Maha Berehendak, Tuhan itu Maha Adil, dan Tuhan itu tidak Men-zalimi makhluk-Nya.
“Pembagian takdir baik dan buruk adalah dari sisi manusia dan makhluk. Sementara itu, dari sisi Allah ‘azza wa jalla, semua takdir adalah baik, hikmah, adil, dan rahmat dari Allah ‘azza wa jalla yang memutuskan untuk menakdirkan berbagai musibah dan cobaan serta segala yang dibenci manusia karena hikmah yang amat banyak.” (Ash-Shallabi, 2014:60)
“Menilai baik dan buruk setiap perbuatan hanya dari sisi akal, bukan dari sisi syariat, atau menafikan apa pun peranan akal dalam menilai baik-buruk perbuatan adalah tidak benar. Akal tidak mengetahui dari segala sisi. Oleh karena itu, harus ada syariat dan para rasul yang diutus, lebih-lebih dengan adanya dominasi hawa nafsu.” (Ibid, hlm 479-480).
“Allah tidak menghendaki suatu keburukan ketika memutuskan keburukan. Akan tetapi, yang buruk adalah yang diputuskan. Terkadang disukai manusia dan terkadang tidak... Meski demikian, jika ia buruk pada satu sisi, ia pun baik pada sisi lain. Tidak mungkin ia keburukan murni... Tetapi, ia keburukan dari satu sisi dan kebaikan dari sisi lain. Atau, keburukan pada suatu kondisi dan kebaikan pada kondisi yang lain.” (Ibid. hlm 477).
Begitulah... Apa yang dilakukan oleh Tuhan adalah benar. Meskipun menurut akal kita, hal buruklah yang sedang terjadi, tapi sebenarnya ada kebaikan di baliknya. Selalu ada hikmah di balik setiap kejadian. Dan akal kita yang terbatas, terkadang tidak bisa melogikanya dengan baik. Di sinilah manfaat beriman kepada takdir: kita akan ikhlas pada apapun yang terjadi pada diri kita (entah itu kebaikan maupun keburukan menurut akal kita), karena kita percaya bahwa semua itu terjadi demi kebaikan kita sendiri. Karena kita percaya bahwa Tuhan kita Maha Adil, Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Berkehendak lagi Maha Mengetahui dan tidak akan pernah men-zalimi makhluk-Nya.
Nice posting, sist!
BalasHapusBtw, tadinya kupikir moles itu maksudnya tikus mondok, ternyata tahi lalat *karya Nurfadli Mursyid*. Dan kenapa pula dari tahi lalat yang random dan kekinian itu, bisa muncul ide tulisan tentang takdir?
Bagiku takdir dan hidup hanyalah serentetan peristiwa, peristiwa yang akan terjadi bisa jadi sudah ditentukan, bisa jadi karena diusahakan, dan tidak ada peristiwa yang tidak memiliki sebab. Kalaupun sebab itu sudah mentok, tidak tahu apa yang menyebabkan sebab itu lagi, kita akan mengatakan bahwa itu karen kehendak atau kekuasaan Tuhan. Otherwise, sains akan berkata lain yang tidak melibatkan kata Tuhan di dalamnya.
Dan dari komentar saya yang panjang lebar tidak terarah ini, saya sebenarnya masih heran apa hubungannya tahi lalat dengan yang saya tuliskan barusan.
thanks, bro.
Hapusyou know what, gegara komenmu ini, aku jadi gugling itu nurfadli mursyid. Kudet euy. -_-
tulisan ini blm masuk inti, apa hubungannya tahi lalat dg takdir? tahi lalat di tubuh seseorang itu kan bagian dari takdir. :D
lalu, kira-kira apa kata sains ttg hal yg tidak bisa dijelaskan sebab-musababnya?
update! huaahahaahaa
BalasHapusOk sis, insyaAllah, hehe
Hapus