Rabu, 23 September 2015

Balancing~ Menyeimbangkan Pengeluaran~ Menyeimbangkan Dunia-Akhirat (Sebuah Hipotesis*)

Bismillah...

“Orang miskin memang bisa masuk surga lebih dulu dibanding orang kaya. Wajar aja. Lha wong yang mau dihisab tidak banyak. Kalau orang yang diberi amanah sebagai pemimpin, memang dihisabnya lebih lama, karena amanah yang diembannya banyak. Jika setiap bagian yang dihisab selamat, maka pahalanya juga bakal jauh lebih bagus daripada pahala orang miskin yang masuk surga lebih dulu tadi.”

Aku melongo dan terbengong-bengong aja waktu denger pak ustadz –yang entah aku nggak tahu siapa namanya itu- ceramah demikian. Kaget aja. Ini beneran ustadz dari aliran jaulah yang ngomong? Ternyata, tidak semua jaulah itu seperti yang kupikirkan. Beda kelompok, beda perilaku dan beda pemikiran ya?

Padahal, waktu nanya ke kak Maya dulu, yang kupikirin adalah golongan jaulah-jaulah ini. Haha. Tingkat suudzonku emang keterlaluan. Maafkan saya... Oia, gomene... pasti kawan sekalian bingung aku ngomong apaan kan? Jadi begini penjelasannya kawan. 

Waktu itu kan kak Maya bikin postingan tentang call for ideas. Nah, sebagai sohib blogger yang baik, aku juga ikutan rikues gitu lah. Rikuesnya dengan cara mengirim beberapa buah pertanyaan. Pertanyaanku sampai sekarang memang belum dijawab kak Maya sih. Tapi tahu nggak kawan? Aku malah dikasih nomer hapenya kak Maya! Yang mau nomer hapenya Putri Cahaya, rikueslah sini. Tapi nggak gratis ya! Hahahaha... XD 

Jadi ini dia, satu dari beberapa pertanyaan yang pernah kuajukan waktu itu:
"Ada Muslim yang hanya berfokus pada kehidupan akherat, hingga dia tidak mengejar kehidupan dunia (harta dan tahta misalnya). Tapi enha pernah dapet petuah: “bahwa seorang Muslim itu harus kuat, agar bisa membantu Muslim lainnya.
Kuat di sini maksudnya kuat secara finansial dan kuat secara kedudukan. Dengan menyeimbangkan kehidupan dunia tersebut, seenggaknya seorang Muslim tidak akan menggantungkan kelangsungan hidupnya dari sedekah orang lain. Dia bisa mandiri, dan bahkan membantu sesama yang sedang membutuhkan bantuan. Kalo menurut kak Maya sendiri, bagaimana?"
Nganu, biar nggak ambigu, kuperjelas ajadeh. Yang kumaksud dengan ‘Muslim’ di pertanyaan tadi tuh, golongan yang lebih mentingin ibadah sholat saja atau ngaji saja atau dakwah saja, dan nggak kerja nyari maisyah, nggak ngasih nafkah anak-bini dan suka ninggalin anak-bini tanpa pegangan yang kuat, dan sebagainya dan seterusnya.

Emang ada cyin, Muslim yang kek gitu? Ada... Kalo kalian belum pernah nemu yang semacam itu, maka pengembaraan kalian belumlah jauh kisanak.

*****

Jadi, mana yang porsinya musti lebih banyak? Dunia atau Akhirat?

Yang bagus sepertinya ya, yang seimbang dua-duanya lah. Kalo berat hanya di salah satunya, bisa jadi akan mendzolimi diri sendiri ataupun orang lain. Bukankah kita dilarang keras untuk berbuat dzolim? :p Tapi, jangan kebalik juga sih: mikir dunia dulu, baru akhirat ngikut. Tujuan akhir adalah akhirat, dan semua yang ada di dunia adalah sarana menuju ke tujuan akhir. CMIIW.

"Islam berusaha membuat keseimbangan antara semua kekuatan dalam masyarakat antara kekuatan materiil dan spirituil, antara faktor-faktor ekonomi dan faktor-faktor kemanusiaan. Ia tidak hanya mengakui –seperti ajaran komunisme– unsur ekonomi dan materiil yang berkuasa atas umat manusia. Tidak pula berkeyakinan seperti aliran-aliran ruhani atau aliran-aliran idealisme, bahwa hanya unsur-unsur ruhani dan idealisme yang berkuasa mengatur kehidupan manusia. Islam berkeyakinan bahwa dari semua unsur yang berbeda-beda itulah tercipta makhluk yang bernama manusia, sedang sistem paling utama yang mampu mengatur secara keseluruhan, memenuhi tuntutan jasmani, mental, dan spiritual secara seimbang dan harmonis." Muhammad Quthb. Menggugat Islam (Asy-Syubuhat Haula Al-Islam). Era Intermedia. Maret 2005. hlm 26
Terus, bagaimana caranya agar seimbang dunia-akhirat? Ya seimbangin aja antara keduanya, gitu aja kog repot. *dikeplak* Kunci sebuah keseimbangan adalah: jangan sampai ada yang berlebihan (dalam hal apapun), karena sesuatu yang kadarnya berlebihan kan tidak baik, ya nggak?

Ku ambilin contoh dari sektor pengeluaran, mumpung sudah pernah dapet materinya. Hehehe...

Bagaimana caranya, agar tidak terlalu pelit untuk urusan akhirat, tapi juga tidak terlalu mendzolimi diri sendiri untuk urusan dunia? Salah satunya yaitu dengan membagi pengeluaran ke dalam beberapa pos. Untuk masalah yang satu ini, enha ambilin aja materinya dari seminar yang enha ikuti bulan Desember lalu. Bulan Desember lalu? Sudah hampir setahun yang lalu donk! Kelamaan? Emang! :v

Jadi begini sodara sekalian, minggu-minggu terakhir di bulan Desember lalu, enha dapet undangan temu kangen temu donatur lembaga XXX yang disertai seminar bertemakan ‘Islamic Cash Flow Management dan Perencanaan Keuangan Keluarga’. Dan karena paaaaaaaaasss banget, Desember lalu lepi tersayang akhirnya wafat, enha yang niat awalnya pengen langsung berbagi hasil seminar, malah jadi lupa blas. Zzzzzz...


oleh-oleh dari seminar
Sumber: slide show presentasi materi dari Pak Muslimin Si., MM. (konsultan)

Plan your future!
>>> rencanakan mulai dari S.E.K.A.R.A.N.G. ! ! ! 

Kenapa harus dimulai dari sekarang?

Karena, *izinkan enha ngutip Demi Masa-nya Raihan*:

Ingat 5 perkara sebelum 5 perkara:
  1. Sehat sebelum sakit
  2. Muda sebelum tua
  3. Kaya sebelum miskin
  4. Lapang sebelum sempit
  5. Hidup sebelum mati

- Hush... Itukan hadist.
+ Ya sih, tapikan kalimat barusan gw nyomot dari lirik lagunya Raihan. 
- (-___________-")

Oleh-oleh dari seminar
Sumber: slide show presentasi materi dari Pak Muslimin Si., MM.


oleh-oleh dari seminar
Sumber: slide show presentasi materi dari Pak Muslimin Si., MM.

Kalo dipikir-pikir, porsi untuk ZIS terlalu sedikit sekali kah? Cuma 2,5 persen? Baiklah, kalo 2,5 persen masih sedikit, maka keluarkanlah lagi hartamu untuk ZIS selain kewajiban 2,5 persen. Ngutip lagi, hahaha... Aku memang (untuk sementara ini) senengnya mengutip XD

“Ada hak orang lain pada harta kita. Sebagian kita keluarkan lewat zakat yang besarnya telah ditentukan, misalnya 2,5 % untuk harta yang telah memenuhi nishabnya selama satu tahun dan 20 % untuk barang temuan. Di antara harta yang termasuk barang temuan adalah hadiah yang kita peroleh dari undian, sepanjang undian itu tidak mengandung unsur judi.
“Sebagian lagi, ada hak orang lain yang tidak ditentukan besarnya. Ini adalah hak di luar zakat. Belum melakukan kebajikan seseorang yang menunaikan zakat kepada yang berhak menerima, tetapi menahan hartanya dari yang membutuhkan. Padahal, ia sedang dalam kelapangan, sementara orang yang mengharapkan dapat kita pastikan keadaannya sangat memerlukan dan apabila tidak terpenuhi, bisa mendatangkan keadaan yang buruk.” Mohammad Fauzil Adhim. 2012. Mencari Ketenangan di Tengah Kesibukan. Pro-U Media: Yogyakarta. Hlm 65.
Kalo kata ustadz Yusuf Mansyur (waktu dikutip oleh Pak Muslimin), semakin banyak penghasilan yang diperoleh seorang Muslim, maka semakin besar pula prosentase untuk sedekah. 

Ngutip (lagi) dari Sirah Nabawiyah versi AlButhy. Cetakan ke-17. 2006. Robbani Press: Jakarta. Halaman 439. Penjelasan mengenai sumber hadistnya, lihat bukunya ajalah~ Pengolahan menjadi dialog dan garis bawah, itu gw yang bikin.

“Dalam menghadapi Perang Tabuk, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menghimbau orang-orang kaya agar menyumbangkan dana dan kendaraan yang mereka miliki sehingga banyak di antara mereka yang menyerahkan harta dan perlengkapan. Utsman menyerahkan 300 unta beserta pelana dan perbekalannya, di samping uang sebanyak 1000 dinar yang diletakkannya di kamar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
  • Laa ya dhurru ‘utsmaana maa fa’ala ba’da haa
  • “Tidak akan membahayakan Utsman apa yang dilakukan sesudahnya.”
Sementara itu, Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menyerahkan semua hartanya dan Umar radhiyallahu ‘anhu menyerahkan separuh dari hartanya. Turmudzi meriwayatkan dari Zaid bin Aslam dari bapaknya, ia berkata, “Aku pernah mendengar Umar radhiyallahu ‘anhu berkata:
  • Umar: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami bersedekah dan kebetulan waktu itu aku sedang mempunyai harta, lalu aku berucap, ‘Sekarang, aku akan mengalahkan Abu Bakar jika memang aku dapat mengalahkannya pada suatu hari.’ Aku kemudian datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membawa separuh dari hartaku. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadaku.
  • Rasulullah: ‘Apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu?
  • Umar: ‘Sebanyak yang kuserahkan.
  • Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu kemudian datang membawa semua hartanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya (kepada Abu Bakar).
  • Rasulullah: ‘Wahai Abu Bakar, apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu?
  • Abu Bakar: Aku tinggalkan bagi mereka Allah dan Rasul-Nya.’
  • Akhirnya, Umar berkata: Aku tidak dapat mengalahkan Abu Bakar (dalam perlombaan melaksanakan kebaikan) untuk selama-lamanya.
Kalo dari penggalan kisah di atas, bahkan Rasulullah bertanya mengenai ‘Apa yang ditinggalkan untuk keluarga orang yang bersedekah’. Artinya apa? Mungkinkah artinya bahwa dalam bersedekah, kita tidak boleh sampai mendzolimi hak keluarga yang ditinggalkan? CMIIW.

Jadi kesimpulannya apa?

Islam itu kuncinya menyeimbangkan. Islam tidak melarang kita kaya. Yang dilarang hanya: menggunakan semua kekayaan demi kepentingan pribadi, tanpa mau berbagi kepada sesama yang membutuhkan.
“Allah subhanahu wa Ta’ala mengistimewakan sebagian para hamba-Nya dengan anugerah kekayaan dari-Nya agar dapat dinikmati juga oleh hamba-hamba-Nya yang lain. Maka Ia pun membiarkan harta itu di tangan mereka selama mereka mau menggunakannya untuk kepentingan orang banyak. Tetapi, jika mereka hanya menggenggamnya untuk diri sendiri, niscaya Ia akan mencabutnya dari mereka dan memindahkannya kepada orang lain.” -Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu (dalam Fauzil Adhim, 2012: 59)
Islam tidak melarang kita untuk kuat. Bahkan, Allah lebih menyukai muslim yang kuat daripada muslim yang lemah. Yang tidak boleh adalah: menggunakan kekuatan (atau amanah kepemimpinan) untuk berbuat semena-mena.

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan dicintai Allah daripada mukmin yang lemah. Pada masing-masing mereka terdapat kebaikan. Bersemangatlah meraih apa yang bermanfaat bagimu. Mintalah pertolongan kepada Allah. Jangan merasa lemah. Jika kamu tertimpa sesuatu, jangan katakan ‘Seandainya saya lakukan begini, pasti begini.’ Akan tetapi, katakanlah, ‘Allah telah menakdirkannya. Apa yang Allah kehendaki pasti Dia lakukan.’ Karena kata ‘seandainya’ membuka peluang amal bagi setan.” HR. Muslim.

Udah ya. Gw mau tidur. Sudah ngantuk.. Oia, Selamat Hari Raya Idul Adha yaaa... Bye~

PS: Judulnya nggak banget ya? Hahahaha... XD

*kenapa hipotesis? Karena tulisan ini memang belum teruji kebenarannya, so CMIIW :p


8 komentar:

  1. Kalo dari penggalan kisah di atas, bahkan Rasulullah bertanya mengenai ‘Apa yang ditinggalkan untuk keluarga orang yang bersedekah’. Artinya apa? Mungkinkah artinya bahwa dalam bersedekah, kita tidak boleh sampai mendzolimi hak keluarga yang ditinggalkan? CMIIW. <<< kayanya kesimpulanmu bener. kaya hukum waris. kan yang boleh dikasih ke selain ahli waris (buat hibah misalnya), maksimal sepertiga. dan dilarang meninggalkan keturunan dalam kondisi kekurangan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih atas tambahannya. i love u full.
      ( =3= ) //

      Hapus
  2. Balasan
    1. tapi kamu pastinya nggak bakalan kebagian. wew :p
      gw bagi buku mau? :v

      Hapus
    2. kasih gw biodata:
      nama lengkap
      alamat lengkap plus kode pos (indonesia only!)
      nomer hape yang bisa dihubungi >>> pak pos selalu minta nomer hape jeeehh :v

      btw, bukunya terserah aku lho ini, wkwkwkwk :3

      Hapus
    3. Wkwkwk... ini toh? :v
      Data lengkap kusimpan di blogku aja ya: greatpiscean[dot]blogspot[dot]com. Hahaha...

      Ntar kubuat halaman khususnya.
      Maacih

      Hapus
    4. eerrrrggghhh, cepet kirim biodata. Biar kiriman pahala bwt gw ga ikutan dipending sama yang di atas. -_-

      Hapus

Komentarmu tak moderasi, artinya ya aku baca dengan seksama, dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Komentarmu = Representasi dirimu.
Ojo saru-saru lan ojo seru-seru. Ok dab?