Rabu, 12 Maret 2014

Final Liga Champion 2005, AC Milan vs Liverpool: Sebuah Review dan Hikmah yang Dapat Diambil


Bismillah...

Ada yang masih ingat final Liga Champion yang diadakan di Atatürk Olympic Stadium, Istanbul, pada tahun 2005 silam? Yuk berkilas balik barang sejenak, bersama sebuah video yang berjudul “Impossible is nothing.” Video ini dibuat oleh Toggero, dan sudah dilihat sebanyak 3.782.310 kali (ketika enha nemu video ini) di You Tube. Video ini bercerita mengenai final Liga Champion tahun 2005: AC Milan melawan Liverpool.


Milan-Liverpool, Champion League 2005

Telah tiga jutaan kali dilihat. Ajegile, gile aje. :v

Yoyoy, para Milanisti, jangan berhenti membacanya sampai di sini. Saya tahu, kilas balik ini akan bikin nyesek, karena saya sendiri juga agak nyesek ketika menulis ini. Yap, saya memang suka AC Milan, tapi saya bukan seorang Milanisti sejati. Liverpudlian? Simak baik-baik ulasan saya *ngarep* dan kalau ada kalimat yang kurang berkenan, jangan terlalu diambil hati yaaaa... *Pliiiiiisss*

Mari tinggalkan dulu ego masing-masing, mari tinggalkan kenangan spekulasi debat kusir mengenai Gerrard yang waktu itu melakukan diving ataupun tidak. Mari menelaahnya dengan tanpa prasangka. Oke? Siap? Mari kita mulai. Oia, ini bukan analisa peta kekuatan sepak bola, tapi analisa mengenai nothing is impossible. Yang nyari analisa peta kekuatan, silakan baca blog lain.

Milan-Liverpool, Champion League 2005
Gattuso menyentuh piala LC. Paruh pertama, permainan didominasi oleh kubu AC Milan. So close to the victory...

Final Liga Champion antara AC Milan versusLiverpool pada 25 Mei 2005 silam, telah menjadi sebuah contoh konkret bahwa kita tak boleh menyerah, kita harus bertarung sekuat mungkin hingga saat terakhir. Karena keajaiban selalu menyertai mereka-mereka yang tidak pernah menyerah.

*******
Stadion Atatürk Olympic yang terletak di kota Istanbul, dipenuhi oleh gemuruh sorak sorai para supporter AC Milan dan para supporter Liverpool, yang berhasil melenggang ke babak final Liga Champion musim itu.

Pasukan I Rossoneri yang kala itu mengenakan seragam kedua yang berwarna putih-putih, bertanding melawan klub sepak bola bersemboyan You'll Never Walk Alone, yang berseragam merah-merah. Paruh pertama, pertandingan sangat didominasi oleh AC Milan. Pada menit pertama saja, sebuah gol berhasil dilesakkan oleh sang kapten Milan, Paolo Maldini, ke gawang Jerzy Dudek. Rossoneri sementara unggul 1-0.

Sebelum turun minum, Hernan Crespo yang berstatus sebagai pemain pinjaman dari Chelsea, berhasil menambah dua gol, dan menjadikan Milan unggul dengan kedudukan 3-0. Siapapun yang menyaksikan paruh pertama pertandingan itu, pasti mengira bahwa final Liga Champion kali ini akan dimenangkan oleh pasukan Rossoneri

Milan-Liverpool, Champion League 2005
Paruh pertama, 3-0 untuk AC Milan. Satu gol dicetak oleh Paolo Maldini, sedangkan dua gol lainnya disumbangkan oleh Hernan Crespo.
 
Namun, ketika paruh kedua berlangsung, sebuah gol yang berasal dari tandukan sang kapten Liverpool, berkat umpan silang yang diberikan oleh John Arne Riise, ternyata berhasil menyulut semangat para Liverpudlian. Semangat para supporter The Reds ini sepertinya menular kepada anak-anak asuhnya boss Rafa Benitez yang tengah bermain di lapangan.

Sialnya, don Carletto mungkin terlalu menganggap remeh lawannya. Alhasil, Liverpool lagi-lagi berhasil mencetak gol ke sudut gawang Milan melalui kaki Smicer. Kedudukan sementara menjadi 3-2. Para Milanisti pun mulai ketar-ketir khawatir. Dan kekhawatiran itu sepertinya menular kepada para pemain Milan.

Gattuso, yang mungkin saat itu juga sangat khawatir, terlalu bersemangat untuk menghentikan pergerakan Stevie G yang mulai menghampiri Dida. Dan jatuhlah si Stevie G di kotak penalti, yang membuat pak wasit menghadiahkan sebuah kesempatan tendangan penalti pada kubu The Reds. Hiks. Hiks.

Xabi Alonso ditunjuk sebagai eksekutor penalti, dan bola berhasil ditepis oleh Dida. Namun, bola muntah kembali disambar Alonso, yang akhirnya bersarang di gawang Milan. Kedudukan menjadi seri: 3-3.

Sembilan puluh menit berlalu, dan hasil masih seri. Dua kali limabelas menit perpanjangan waktu diberikan, tapi tidak ada satu gol pun yang berhasil dicetak oleh kedua kubu. Ternyata, juara Liga Champion tahun 2005 tersebut harus ditentukan melalui adu penalti.

Drama adu penalti pun dimulai. Kesempatan pertama diberikan kepada AC Milan yang diwakili oleh Serginho, sayangnya dia gagal mencetak gol. Hamman yang menjadi eksekutor pertama dari kubu Liverpool, ternyata berhasil mencetak gol, meski arah tendangannya bisa dibaca oleh Dida. Kedudukan penalti sementara 0-1.

Pirlo diutus sebagai eksekutor kedua, dan lagi-lagi kubu Milan gagal mencetak gol. Djibril Ciise yang menjadi eksekutor kedua dari The Reds, berhasil melesakkan gol ke gawang Milan. Kedudukan sementara menjadi 0-2. Harapan Milan selanjutnya tertumpu pada Tommason, dan Milanisti pun bersorak gembira ketika dia berhasil membuat sebuah gol. Riise yang menjadi penendang ketiga dari Liverpool, ndelalah-nya gagal mecetak gol, “Yeyeyelalala...”. Kedudukan menjadi 1-2.

Yoyoy, saatnya Kaka’ beraksi, dan dia berhasil mencetak gol ke gawang yang dikawal oleh Dudek. Smicer menjadi penendang keempat dari Liverpool, “Semoga tidak gol, semoga tidak gol, semoga tidak gol...” tapi “....arrrrrrrrrrrrrgggghhh!” ternyata dia berhasil melesakkan bola tepat ke sudut gawang. Kedudukan menjadi 2-3.

Sheva menjadi penendang terakhir dari Milan, dan semua harapan tertumpu padanya. “Semoga Sheva bisa menyamakan kedudukan! Semoga Sheva bisa menyamakan kedudukan! Dia kan Sheva! Ayolah, c’mon!” dan... dan... dan... buuuugghh, tendangan Shevchenko ternyata bisa ditangkis oleh Dudek. Alhasil, Milan pun kalah dalam drama adu penalti malam itu. “Huuwwaaaa....” ( TT___TT )

 
Milan-Liverpool, Champion League 2005
Dan semuanya berbuah pada kemenangan Liverpool...

Nyesek gan.

Oke, kilas baliknya sudah selesai, sekarang giliran mengulas pelajaran yang dapat diambil. Masih nyesek? Ambil nafas dalam-dalam, hirup dan keluarkan. Tarik nafas; tahan: berhitung... satu... dua... tiga...; keluarkan. Ingat, ditahun 2007, Milan berhasil membalas kekalahan dari Liverpool. Masih nyesek? Enggak kan? Oke lanjut.

Pesan moral yang dapat diambil:
  1. Jangan merasa jumawa a.k.a sombong, karena apa yang mungkin sangat diidamkan, dan seolah sudah di depan mata, ternyata bisa direbut dan diambil oleh orang lain.
  2. Jangan pernah meremehkan lawan.
  3. Jangan pernah menyerah.

  • Jangan merasa jumawa a.k.a sombong, karena apa yang mungkin sangat diidamkan, dan seolah sudah di depan mata, ternyata bisa direbut dan diambil oleh orang lain.
Iya brooohh, siapa yang Milanisti, angkat tangan! Ngaku enggak, pas lihat babak pertama pertandingan Milan-Liverpool di atas, kalian pasti ngerasa bakalan menang kan? Secara, Milan sudah unggul 3-0, dan kita tahu bahwa Milan adalah Milan. Ngerasa sombong dan jumawa, yakin bingit kalau Milan bakal menang? Selamat. Kamu enggak sendirian broooh.

Dan ternyata, kondisi bisa berbalik seratus delapan puluh derajat hanya dalam hitungan sekian menit. Pada babak kedua, Liverpool ternyata bisa menyamakan kedudukan hanya dalam enam menit. Saya ulangi, hanya dalam enam menit saja broooohh. Yang ujung-ujungnya, Liverpool malah bisa menang lewat adu penalti. Tragis enggak tuh?!

Nah, dari sini, saya ambil kesimpulan: jangan sekali-kali over yakin terus sombong akan apa yang kita punya. Karena bisa saja, beberapa menit kemudian, apa yang disombongkan tadi berubah menjadi malapetaka. Tambahannya nih ya, jangan mengendorkan semangat juang, jika hasil yang diinginkan belum benar-benar berhasil kita dapatkan.

Adakalanya, kita mengendorkan usaha kita, karena merasa sudah hampir bisa meraih target. Dan ketika itu pula, target yang hampir masuk dalam genggaman, bisa saja disamber orang lain, yang di masa akhir perjuangannya, si lawan ini malah lari sprint menghampiri target yang kita idam-idamkan. Intinya, jangan sampai lengah kalau apa yang kita inginkan belum berhasil kita dapatkan.

  • Jangan pernah meremehkan lawan.
Sekali lagi, siapa yang Milanisti, angkat tangan! Ngaku enggak, pas nonton babak pertama LC di atas, kalian langsung ngeremehin Liverpool kan? Ngaku bro! Dalam sebuah pertandingan, ketika dihadapkan pada sebuah kondisi, kalian lebih sering over estimated diri sendiri atau over estimated lawan?

Jangan pernah under estimated lawan-lawanmu broooh, bisa saja dia yang kau anggap remeh, berbalik menjadi kuda hitam yang mendominasi pertandingan, lalu keluar jadi juara. Dengan menganggap lawan punya kekuatan dahsyat, kita akan senantiasa waspada, dan selalu berusaha untuk memperbaiki diri, bertanding dengan segala kekuatan. Intinya, kadang, over estimated lawan itu memang sangat dibutuhkan agar kita enggak lengah.

  • Jangan pernah menyerah.
Kali ini, giliran Liverpudlian. Siapa yang Liverpudlian di sini? Angkat kaki, eh jangan dink, angkat tangannya! Jawab yang jujur broooh, waktu nonton babak pertama final LC di Istanbul, kalian pasti ngerasa harapan untuk menang seolah sirna kan? Tapi, berhubung kapten Steven Gerrard berhasil mencetak gol, api harapan untuk menang jadi berkobar lagi kan? Ngaku!

Harapan selalu ada, meski kecil sekali. Kalau di dalam pertandingan bola ada istilah ‘bola itu bundar apapun bisa terjadi,’ begitupun dengan kehidupan kita, kawan. Apapun bisa terjadi. Di saat kalian merasa ingin menyerah, dan berhenti berjuang dalam menggapai sesuatu, ingat kembali alasan awal mengapa kalian telah berjuang hingga sampai titik ini. Selalu bersemangat-lah dan pantang menyerah, karena keberhasilan bisa saja sudah di depan mata. Hanya kitanya saja yang belum melihat kesempatan itu.

Nothing is impossible, because in God we trust*.

Milan-Liverpool, Champion League 2005
Sumfaaaahhh, ane bukan Liverpudlian. Tapi gegara credit title-nya ngepasi gambar ini, ya ane pakai aja gambar ini. :(

Akhir kata, terimakasih sudah membaca sampai sini, dan sampai jumpa di tulisan berikutnya. Bye bye...


PS: *in God we trust, gak ada maksud terselubung ane pake semboyan ini. Sumfaaahh. :v


11 komentar:

  1. Sepertinya, baru kemarin aku melihat Seedorf bermain untuk AC Milan. Dan sekarang, dia sudah menjadi pelatih Milan. Waktu ternyata begitu cepat berlalu. T^T

    BalasHapus
  2. wah .. hobi Bola juga ya ? toss :) ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. toss :D
      btw, maksudnya hobi nonton doank kan mbak? bukan hobi main bolanya kan? hehe...
      selain Milan, sy juga lumayan suka bayern München mbak, kalo mbak Ely, klub favoritnya apa?

      Hapus
  3. kalau kata kapten tsubasa.... sebelum babak kedua berakhir, masih banyak yang bisa dilakukan :D

    *kalau nggak salah ngutip*

    BalasHapus
    Balasan
    1. itu quotenya tsubasa ya oom? saya lupa semuanya, sudah berapa tahun gak nonton tuh kartun >,,<

      Sebelum peluit tanda akhir permainan dibunyikan, selalu masih ada harapan < ungkapan ini keknya selalu bisa dikaitkan dg hakikat kehidupan. ~,~

      Hapus
  4. Ah, ini kayak filem kapten tsubasa saja...

    BalasHapus
    Balasan
    1. weleh, nyambungnya tetep ke anime yee.
      dasar... jangan2, kamu seorang otaku ya? hehe
      :D

      Hapus
    2. otaku? Hah, sembarangan saja... Hahahaha...

      Hapus
    3. lha, kalo bukan otaku, apa donk? :p

      Hapus

Komentarmu tak moderasi, artinya ya aku baca dengan seksama, dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Komentarmu = Representasi dirimu.
Ojo saru-saru lan ojo seru-seru. Ok dab?