Rabu, 12 Juni 2013

Media, Konglomerasi Media, dan sebangsanya.... (Part II)


“Gimana Say, lanjutan rewritean kemaren? udah jadi?”

“Udah donk. Mau diteruskan dibacainnya?”

“Iyaa lah. Nanggung amat. Kemaren juga udah ditulisin bersambung kan? Kalo nggak diterusin gimanaaa getoo. Kayak cerita Rifa, ditulisin bersambung, tapi nggak ada sambungannya.”

“Wekekeke. Rancu bin wagu ya? Itu karena Rifa sedang bingung Cint. Jadi nggak aku terusin deh cerita dia. Baiklah, ku mulai baca lagi ya. Dengarkan baik-baik.”

“Oke sippp.”

“Di zaman dimana konglomerasi media sudah menjadi budaya, berbagai pihak yang mempunyai kekuasaan tertarik untuk melakukan monopoli media. Para korporat ini mungkin tertarik oleh thesis yang dikemukakan oleh Toffler kali ya?”

“Emang thesis Tofler apaan?”


“Sorry Cint, aku belum baca Third Wave versi asli. Nih aku comotin dari tulisannya Muhammadun AS: ‘Siapa yang memegang akses informasi, maka dialah yang akan berkuasa dan menentukan arah perjalanan umat manusia[1].’ Melalui media, para penguasa akan mudah membujuk khalayak, agar sejalan dengan pemikiran mereka. Karena bujukannya bersifat halus dan berulang-ulang, pada akhirnya, khalayak akan mengikuti bujukan para korporat tersebut deh. Dengan suka rela lagi! Jadi, waspadalah... waspadalah...”

“Tapi Say, kenapa harus melalui media massa?”

“Karena mungkin sumber kekuatan yang paling mendasar di dalam masyarakat kita adalah media. Hall menyatakan bahwa media telah menjadi terlalu kuat dan berkuasa.[2] Media massa diyakini mempunyai kekuatan yang maha daya cinta, eh maha dahsyat dink, untuk mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Bahkan media massa mampu mengarahkan, membimbing, dan mempengaruhi kehidupan di masa kini dan masa mendatang.”

 “Ah, aku nggak percaya kalo media sebegitu hebatnya. Emangnya udah pernah ada penelitian tentang efek media?”

“Sudah donk! Sudah banyak pula! Teori komunikasi menjelaskan bahwa media massa memang memiliki efek media terhadap individu, kelompok, maupun terhadap kehidupan sosial secara umum. Efek media itu dapat dilihat dari dua sisi: efek jangka panjang dan efek jangka pendek.”

“Emang, efek jangka pendeknya apa? Efek jangka panjangnya apa?”

“Hash, sabar napa?! Dalam jangka pendek dan skala mikro, efek media menjadi faktor stimulus, serta akan mendapat respons masyarakat. Mungkin juga mendapat perlawanan dari masyarakat tersebut. Nah untuk jangka panjang, efek media akan diadopsi dan terdifusi dalam kehidupan sosial sebagai suatu inovasi.[3]

“Lha, kog bisa ya?” tanya Ha.

“Tentu saja donk Cint. Keadaan semacam tadi, bisa saja terjadi karena adanya pengulangan pesan yang sama. Hal itu pulalah yang mengakibatkan mengapa media massa mempunyai efek kuat pada diri komunikannya (khalayak yang terpapar media -kamsudnya), sebab media massa melakukan berbagai pengulangan pada program acara atau iklan yang disiarkan.”

“Pandangan tentang efek luar biasa yang diberikan oleh media kepada khalayaknya ini, setidaknya bukan hanya diyakini oleh orang-orang media. Bahkan mereka yang awam terhadap teori komunikasi pun, sepertinya mengamini kepercayaan bahwa media memang mempunyai pengaruh yang signifikan.” Lanjut En.

“Kepala gue pusing Say. Bisa langsung ke contoh?” pinta Ha.

“Udah pernah nonton film James Bond yang berjudul Tomorrow Never Dies?”

“Ada apa dengan film itu?”

“Berbeda dengan film James Bond sebelumnya, dalam film ini si jahat berupaya menguasai dunia bukan dengan menggunakan kekerasan, melainkan dengan menguasai media komunikasi massa. Pesan transparan yang diberikan oleh film ini, bahwa kita hidup dalam dunia yang semakin terancam oleh pihak-pihak pengendali ‘kekuasaan media’, yaitu mereka yang menguasai jaringan televisi, studio produksi film, dan media komputer.[4]

“Dalam setiap budaya populer, pasti terdapat variasi sudut pandang, ide dan pendapat kan? Nah, penggabungan media, bagaimanapun telah menciptakan sebuah standarisasi industri budaya. Pernah bertanya, kenapa semua lagu produksi industri musik sekarang ini, temanya hampir sama? Kenapa semua film kayak punya tema yang serupa?” Lanjut si En.

“Iya juga ya. Emangnya kenapa? Kenapa tema-tema lagu, tema-tema film, sinetron, berita, hampir mirip satu sama lain? Kenapaaaaaaa??”

“Slow... slow... woles aja Cint. Hehe. Kenapa hampir serupa? Mungkin salah satu jawabannya adalah: karena saat ini sedang terjadi tren konglomerasi media.”

#@__@ “................?????” Ha masang tampang melas, butuh penjelasan.

“Idih, rupamu nggak benget. Haha. Dengarkan. Tren ke arah konglomerasi melibatkan proses merger, akuisisi dan pembelian saham yang mengonsolidasikan kepemilikan media ke semakin sedikit perusahaan.[5]

“Bentar dulu. Biar kucerna. Jadi saat ini, para orang kaya lagi suka membeli saham media massa, gitu?”

“Ya, semacam itulah. Yang terakhir kali aku denger, Tumblr dibeli sama Yahoo! deh keknya. Kuteruskan baca ya. Fenomena global konglomerasi media ini, didukung oleh temuan penelitian yang dilakukan oleh Ben Bagdikian. Bagdikian memulai penelitiannya pada tahun 1980-an, dimana saat itu dia menemukan bahwa tidak kurang dari 50 perusahaan raksasa menguasai jaringan industri media di Amerika. Beberapa tahun kemudian, dia melakukan penelitian serupa dan hasilnya menunjukkan bahwa kepemilikan media turun hingga setengahnya!” Cerocos si En.

Media Connection
Media Connection (sumber: Iluminati Card Game)

 “Penelitian terakhir yang dilakukan oleh Bagdikian tentang perkembangan industri dan kepemilikan media di Amerika Serikat pada tahun 1997, menunjukkan bahwa hanya terdapat lima grup media yang menguasai 60 persen dari seluruh media di Amerika. Liberalisasi media massa yang tidak terkendali dan masuk pada sinerginitas dengan pasar bebas mengakibatkan terciptanya pemusatan kepemilikan media, hanya pada segelintir kelompok tertentu yang menguasai modal. Karena itu, dapat dipastikan pemberitaan media menjadi seragam karena tidak mampu keluar dari bayang-bayang pemilik.[6]” lanjutnya.

“Itu baru yang ada di Amerika. Kasih contoh buat yang di Indonessia dunks.” Pinta Ha.

“Hhhh, yang ada di Indonesia? Bentar ya. Aku donlot pdf-nya Professor Merlyna Lim dulu....”

...jadi, akhirnya....

-Bersambung lagi deh, hahahaha-



[1] Muhammadun AS, Media dalam Kuasa Industri Global,. Bisa diakses di sini
[2] Richard West & Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Edisi ketiga. Buku 2, (Jakarta: Salemba Humanika, 2008).
[3] Burhan Bungin, Erotika Media Massa, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2001).
[4] Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, terjemah Gunawan Admiranto, (Yogyakarta: Jalasutra,2010).
[5] John Vivian.
[6] Dedy Kurnia Syahputra, Media dan Politik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012).




22 komentar:

  1. Waw! Makin ribet ea... Hebat ato nggaknya media itu tergantung kita manusianya... Yg jelas media emang hebat, karna kita adalah manusia hebat! Hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. :v
      ego beberapa orang manusia memang tinggi

      Hapus
  2. pertamax kagak nih?? hehehe... banyak nian kutipannya, udh kyk skripsweet aja *eh

    btw, cerita Rifa (jadi senyum sendiri), ane juga nungguin euy... :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Premium Cint, dapet keduaX. hehehehe.
      iyatuh, kebanyakan kutipan ya? @__@"

      Cerita Rifa keknya yang nungguin banyak deh. Haha, doakan semoga next partnya bisa happy ending eaa Cint.
      Aamiin.

      Nanti kalo happy ending, mari kita tagih Rifa buat makan-makan! huehehehehhehe.

      Hapus
  3. Semoga para penikmat media itu tidak mudah disetir atau dikendalikan sama media itu sendiri....

    ditunggu kelanjutannya yaaa....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin... tapi bang Sam, kebanyakan yg suka nonton TV kan rakyat menengah ke bawah, ato anak-anak hingga remaja bang. Mereka nggak punya alternatif hiburan lain. Dan biasanya media literasi mereka rendah. Jadi, kemungkinan mereka tersetir oleh media, masih besar donk bang. TT__TT

      Iklan Subsidi BBM pun udah pada disosialisasikan di media2, kalo dilihat sekilas, iklan tadi sangat menggiurkan. Tapi kalo dipikir lagi, apakah nggak akan menimbulkan masalah baru? TT_TT

      Maaf, jadi meracau. Saya benar2 sedang galau. TT__TT

      Hapus
  4. baca yang ini jadi inget sama PKI jaman dulu, mereka juga pinter lho, makanya serangan awal mereka sebagai target pertama adalah menduduki RRI, bener gak gueh ???

    BalasHapus
    Balasan
    1. thanks buat tambahannya oom, aku malah lupa sejarah Indonesia#payah
      T__T

      Hapus
  5. itu sebabnya sekarang pengusaha pun berusaha membeli media massa

    contohnya Chairul Tanjung memiliki Trans Tv, Trans7 dan kabarnya membeli juga saham tvone

    btw kalau pengusaha mengendalikan media, sedang dia bukan kader partai, lalu apa motifnya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. pak CT beli sahamnya TV One? Wow, baru denger. Thanks.

      Mungkinkah motifnya: pencitraan yg baik buat anak cabang perusahaannya?
      Di luar negeri bukannya gitu juga ya mas?

      Hal-hal yang menyangkut keburukan mitra maupun pemilik perusahaan yang menguasai media, nggak akan pernah diliput. Biar citranya nggak tercoreng.

      Atau, mungkin ada agenda yang lebih 'jauh', yang nggak bisa kita lihat sekarang. Biasanya, yang nggak instan kan, hasil yg dicapai juga lebih memuaskan. Tapi, entahlah. :(

      Hapus
  6. Enha, you're rock!
    Ah, aku jadi mulai ketar-ketir baca pembahasan nan komplit tapi to be continued ini. Nice enha ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. kak Maya... :v
      I'm galau, bukan ngerock. :v
      kenapa ketar-ketir kak? Kelanjutan pembahasannya sepertinya nggak akan memuaskan. Karena moodku tiba-tiba hilang. TT__TT

      Aku tak sekuat yang aku bayangkan. T__T
      Payah, payah dan payah.

      Hapus
  7. wah .. hrs mikir mikir dulu nih :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semakin dipikir semakin galau mbak Ely.
      TT__TT

      Hapus
    2. gimana ya? Mungkin harusnya tak usah dipikir? hehehe...

      Hapus
  8. Balasan
    1. Kemaren mood hilang, sungguh ironi jika melihat fakta ttg kehidupan di negeri ini. Tapi sekarang, lanjutannya udah ada donk. huhuhu.

      Hapus
  9. beberapa tulisa yng dibold itu serasa baca tulisan buat kontes... hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. kontes SEO ya bang? Waduh, ketahuan nih belangnya eike. hehe.
      :3

      Hapus

Komentarmu tak moderasi, artinya ya aku baca dengan seksama, dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Komentarmu = Representasi dirimu.
Ojo saru-saru lan ojo seru-seru. Ok dab?