“Gimana Say, kelanjutan dari part sebelumnya? Udah punya contoh konglomerasi media di Indonesia?
Lama amat jeda postingannya.”
“Heh?! Kau masih
menungguku untuk melanjutkan Cint? Kawan-kawan sekalian juga masih baca?
Terharu deh rasanya. Maaf ya, kemaren moodku hilang. Aku lagi jengah tingkat
dewa. T__T”
Krik... krik...
krikkk
“Lebay deh. Yang
nungguin lanjutannya kan cuma eike seorang En! Cepetan lanjutkan!” sungut Ha.
“Hiks, lebay
sekali-kali boleh donk, hiks.. hiks. Betewe, aku ambilkan Pdf-nya Professor
Merlyna Lim dulu ya.”
“Oke.”
“Ehm, contoh
konglomerasi media di Indonesia nih, ehm. Dari sepuluh stasiun televisi
swasta nasional yang ada di Indonesia, hanya dimiliki oleh lima media grup:
RCTI, Global TV sama MNC TV di bawah kekuasaan Pak Hari Tanoe; SCTV dan
Indosiar di bawah kepemimpinan Pak Eddy Kusnadi Sariaatmadja; Antv sama TVOne
di bawah Anindya Bakrie –anaknya Pak Abu Rizal Bakrie; MetroTV punyanya Pak Surya
Paloh; terakhir Trans TV ama Trans 7 di bawah kepemimpinan Pak Chairul Tanjung.
Itu baru TV-nya, belum bentuk media lainnya. Kalo mau data lebih lengkap, baca
aja laporannya Professor Merlyna di sini.”
“Memangnya ada
yang salah ya, kalo media massa dimiliki segelintir orang?”
“Entahlah, itu
tergantung pada apa yang kau percaya. Haha. Tapi satu hal yang pasti, kepemilikan
media memungkinkan pemilik untuk mempengaruhi isi editorial. Meskipun
tingkat campur tangan pemilik terhadap isi editorial tersebut, bervariasi
antarpemilik sih.[1] Dengan menguasai semua
alat yang berpotensi untuk menjangkau khalayak, para konglomerat ini mempunyai
kekuatan untuk menciptakan satu sudut pandang, menyeragamkan cara pikir
khalayak. Bagaimana menurutmu?”
“Mirip teori Cons
pee Ra see. Nyahaha.” Sahut Ha, ngasal.
Media Blitz (sumber: Iluminati Card Game) |
“Haha, dasar kau
ini! Sebenarnya, media mengarahkan kita untuk memusatkan perhatian pada subjek
tertentu yang diberitakan media. Ini artinya, media massa menentukan agenda
kita.[2]
Agenda media juga bisa sengaja dimunculkan. Semakin gencar media massa
memberitakan, semakin hangat dan ramai topik tersebut dibicarakan masyarakat[3].”
“Yeah, seperti
kalo ada berita anak petinggi yang kena kasus atau kabar tentang kenaikan BBM,
trus tiba-tiba muncul para teroris, kasus Eyang, NII, gereja setan, dan blah
blah blah. Trus kasus tadi, pemberitaannya seperti lenyap gitu?!”
“Yep, mungkin. Teman-teman
di forum bilang: itu cara basi. Tentu saja cara ini terasa basi buat yang sudah
paham, kalo belum paham, ya pastilah mereka benar-benar teralihkan. Eh Cint, menurutmu,
mungkinkah cara-cara tadi itu termasuk propaganda atau agenda setting?”
“Agenda Setting?”
“Yep. Joseph
Klapper melihat adanya kemampuan “rekayasa kesadaran” oleh media,
dan ini dinyatakannya sebagai kekuatan terpenting media, yang dimanfaatkan
untuk tujuan apa pun. Rekayasa kesadaran sebenarnya sudah ada sejak lama, namun
media-lah yang memungkinkan hal itu dilaksanakan secara cepat dan
besar-besaran.[4]”
“Tapi Say, kan
nggak semua info bisa kita terima mentah-mentah begitu aja. Setiap orang pasti
akan curiga kan, kalo ternyata mereka digiring hanya untuk memikirkan hal-hal
tertentu aja?”
“Entahlah, kalau
semua media menyuarakan satu hal yang sama, apakah orang-orang akan berpikir
kalau mereka sedang digiring pada satu pemikiran tertentu? Menurutku sih, tren
konglomerasi media ini akan membuat semakin mudahnya untuk menguasai cara pikir
khalayak. Masih ingat tentang iklan manfaat pengurangan subsidi BBM kemaren?”
“Kenapa? Ada apa
dengan iklan itu?”
“Awalnya sih, iklan
tadi terlihat menjanjikan. Tapi setelah baca diskusi di forum, aku malah jadi
galau. Hiks...hiks... Yah, semua memang punya dua sisi sih, kalo ada kelebihan
pasti akan ada kekurangan. Dan meski banyak yang protes, demo kayak apapun, toh
harga BBM naik juga. Percuma melakukan anarkisme, toh itu hanya menimbulkan
kerusakan dan tak memberikan solusi.”
“Apasih? Aku nggak
paham apa yang kamu omongin Say.”
“Hiks, baca aja
sendiri diskusinya di forum. Karena aku bener-bener lagi nggak mood. Aku bukan
pakar ekonomi. Jadi entahlah, aku tidak tahu apakah yang mereka tuduhkan itu
benar atau salah. Yang harus terjadi, maka terjadilah. Yang aku tahu, enggak
semua orang yang terpapar media, punya media literasi yang memadai.
Menurut mas Eka Nada, ada kecenderungan dari individu-individu yang
berinteraksi dengan media justru tidak mampu mengolah, memilah dan
memanfaatkan informasi yang mereka peroleh.[5]”
“He’em, kalo yang
itu aku setuju. Betewe, forum mana yang kamu maksud? Dan jika mas Eka Nada
bilang begitu, bukankah yang rentan tersetir pikirannya, hanya yang suka nonton
berita serius? Aku yang cuma nyalain TV buat nonton film, aman donk ya?! ”
“Belum tentu kau
akan aman dari pengendalian sudut pandang Cint. Menurut Charlene
Brown,[6] mereka yang berusaha santai dengan mencari hiburan
melalui media, seringkali tidak sadar bahwa dalam acara-acara hiburan tersebut
bisa terkandung pesan atau pelajaran yang membahayakan. Bahkan, ada pengamat
yang menyatakan bahwa film dapat menghipnotis penonton, sehingga mereka selalu
pasif dan menerima saja apa yang disajikan film.[7]”
“Hmmm, iya juga sih
ya. Kemaren pas aku nonton film Iron Man di TV, jadi agak gimanaaa gitu. Aku
sempet mikir, kenapa mereka memotret musuhnya seperti itu? Rata-rata orang
menonton TV kan buat nyari hiburan. Kalo tiap nonton TV musti mikir, pasti TV
nggak akan selaku sekarang donk ya.”
“Hehe. Makanya,
aku merasa aneh waktu kemaren dulu nemu TS di grup Facebook, yang nyaranin kalo
sebaiknya kita belajar lewat TV aja. Mungkin dia belum tahu efek negatif
kebanyakan nonton TV.”
“Hihihi, bukan
hanya TV aja Say yang punya efek negatif. Segala sesuatu yang porsinya
berlebihan, pasti nggak bagus juga donk. Kan semua punya dua sisi: baik dan
buruk, ya nggak sih? Betewe, kamu belum jawab pertanyaanku tentang forum. Forum
mana yang kamu maksud?”
“Forum di Facebook.
Namanya apa ya? Inteligen kalo enggak salah. Sekitar dua minggu yang lalu, aku
nyasar kesana. Membaca diskusi antar member di forum itu, sungguh terasa
seperti perutku sedang ditonjok. Setiap hal pasti punya banyak sisi, forum tadi
pun begitu. Di satu sisi, ada member yang ketika kau membaca komentarnya membuatmu
serasa ingin marah, di sisi lain dia bisa memberimu informasi. Hihi. Kita
sudahi aja yuk, postingan enggak jelas ini. Kasihan kalau beneran ada yang nyimak
atau baca. Have a nice day ya Cint. Aku mau ngumpulin mood dulu.”
“Okedeh, semoga
harimu menyenangkan. Bye.”
-End Of Note-
[1] Michael Bland, Alison Theaker, David
Wragg, Hubungan Media yang Efektif, terjemahan Syahrul .(Jakarta: Erlangga,
2004),
[2] Nurudin. Komunikasi Propaganda. (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2002.Cetakan ke-2)
[3] Ibid.,
[4] William L. Rivers, et.al ., Media Massa
& Masyarakat Modern, terjemahan Haris Munandar-Dudy Priatna. (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2008),.
[5] Eka Nada Shofa Alkhajar, dkk. Anatomi Media Massa.
(Solo: KATTA, 2009).
[6] William L. Rivers, Op.Cit.,
[7] Ibid.,
bagus nih tulisan yang sangat detail. salam kenal.
BalasHapusyoooshh, salam kenal balik. haha
Hapus:v
Iya semoga menyenangkan ya, saya ndak kecebur-cebur amat dengan media. Apalagi nelan bulat bulat.
BalasHapus#ketauan banget baca sepotong sepotong
Apakabar En?
Nelan bulat2? Haha, aku jadi dapet analogi baru nih Zay: berburu informasi di media, ibarat berburu makanan. Ada kalanya, makanan itu harus kita pilah-pilih dulu, siapa tahu itu beracun ketika kita makan. Ada juga yang harus dimasak dulu, supaya nggak menimbulkan efek negatif, dan ada juga yang bisa langsung dimakan 'nyam-nyam-nyam'. Media literasinya = pengetahuan dasar ttg bahan2 makanan dan cara yang benar untuk memakannya. Huehehe >>analogi super absurd. :v
Hapus#tak apalah dibaca sepotong, yg penting intinya dapet kan? wkwk.
Kabar alhamdulillah dan insya Allah supeerrr. Aamiin. haha.
media ibarat kapak bermata dua.., satu sisi bs tuk kebaikan tp disisi lain bs tuk kejahatan,
BalasHapusmedia skrg rata2 dikuasai olh org2 kafirun klo pun ada muslim paling2 muslim awwam yg trkena syubat kafirun...! *miris
*ikutan miris*
Hapus~padahal dari dulu pengen kerja di media nih saya. Huhuhu. T__T
Dizaman ini masing-masing menggunakan gelontoran uang untuk me-media-kan demi kepentingannya atau kelompok. Musti cari ke kepelosok penjuru untuk menemukan media yang netral, tidak memihak. Makanya sekarang saya jadi agak 'males' lihat berita di TV, pun begitu di media cetak. Karena masing2 editorial pasti menyisipkan opininya
BalasHapusdas kapital?
Hapuskekuatan media sbg pilar pengawas kebijakan, mungkinkah telah berganti mjd sumber penghasil uang dan kekuasaan?
@___@
seperti Metro TV
HapusMetro TV Keras Kepala Tidak Mendengarkan Mendiknas
http://rohis-facebook.blogspot.com/2012/09/metro-tv-keras-kepala-tidak.html
Metro TV Menjauhkan Remaja Muslim Dari Islam
http://rohis-facebook.blogspot.com/2012/09/metro-tv-menjauhkan-remaja-muslim-dari.html
emang moodnya ke mana aja selama ini kok mau dikumpulin ? :D
BalasHapusmungkin moodnya dilarikan oleh sang waktu mbak. -__-
HapusAnalisis yang keren. Khas enha banget :)
BalasHapusBtw, enha, bersediakah memberi endorsement untuk buku KeCE 2?
lebih tepatnya, abal-abal ala enha. :3
Hapuskak Maya meluncurkan KeCE 2? wuahhh, yang pertama saja aku belum beli lho.
:') tersanjung kak Maya memintaku... huhuhu. :')
Ini endorsement ala review di blogkah yg kakak minta?
Kalo begitu, aku harus baca dulu. :v
*minta satu copy donk* hahaha. :v
~bercanda dink, hehehe :v
Yoooshhh, nanti kalo udah beli dan udah baca, saya reviewkan dimari. :)
iya, enha boleh membacanya terlebih dahulu :)
Hapusminta emailnya ya!
asik, suatu kehormatan bagi saya kakak. :)
Hapuscoba kak Maya cek imel yg kakak sertakan di blog Kemilau Cahaya Emas, saya tadi sudah nyoba ngirim imel kesana. Itu alamat imel saya. Hihihi.
:)
En, tadi saya nulis komentar panjang terus terhapus dan nggak masuk. Yang jelas tulisan panjangmu ini membuat saya nggak mood. Tapi, sudahlah. Toh, saya baca semuanya.
BalasHapusRangkaian tulisan ini membuat saya ingin menguasai media. Hahaha...
Betewe, Illuminati Card Game... kenapa semua tulisan ini menggunakan gambar dari sana?
nulis komennya di notepad ajah dulu bro, baru kopas ke kolom komen. Aku kalo lagi mau komen panjang -kemanapun: blog maupun facebook- pasti ku ketik di notepad dulu. Jaga-jaga kalo sinyal putus. hihihi. :3
HapusTulisan ini, emang sempet bikin moodku drop. Gak tahu kenapa, dalam rentang tulisan ini kubuat, tiap aku lihat berita maupun buka grup di FB, aku jadi eneg. Mood ilang#curcol
Pengen menguasai media? Semangat ya! Minimal yang di Indo dulu nih, silakan tambahkan ke list daftar keinginan. Good Luck. hehe.
Kenapa aku pake gambar dari iluminati card game? Jawabannya sungguh simpel: karena aku lagi males bikin gambar ilustrasi, maupun nyari gambar di google. Berhubung di lepi ada koleksi gambar ICG yg kira2 cucok, ya kupakai aja deh. fufufufu.
Kamu... ngoleksi ICG?
Hapuskalo aslinya (yang berbentuk kartu), nggak punya. Saya cuma punya koleksi gambarnya.
Hapus:)
Ya, itu. Menakjubkan mengetahui bahwa ada kawan blogku yang ngefans berat sama Illuminati.
HapusMenakjubkan? Muehehehe, banyak lho, yg demen sama cerita macam *imunisasi remason oleh wahyudi*. :p
HapusApakah kau tak menyukai kisah-kisah ttg mereka?
Tepatnya menghindar untuk tahu. Karena saya akan sangat tertarik kalau saya tahu.
Hapushehe
Hapustergantung kita pintar2 memanfaatkan media aja..
BalasHapussalam kenal enha..:)
iya mbak, tergantung kitanya sebagai penikmat media. Yang mengkhawatirkan, mereka-mereka yang suka nelan mentah-mentah apa yang diberikan oleh media....
Hapussalam kenal kembali mbak Anis. :)
aku sekarang mulai nggak percaya sama media. lebay, dan kelihatan banget "kepentingan" pemiliknya. kalau ada berita negatif tentang pemerintah, di blow up seheboh-hebohnya. kalau ada berita tentang pemiliknya, diredam sedemikian rupa. kalau ada berita tentang elektabilitas capres, jelas pemiliknya yang elektabilitasnya paling tinggi. pening saya.
BalasHapusdaripada pening mikirin negara, nonton film aja yuk mbak. hehe
Hapus#ajakan sesat
~,~
konglomerasi dan monopoli sebenarnya sama saja maknanya..cuma namaynya yang berbeda :-)
BalasHapusiya bang Har, maknanya sama.
HapusBtw, jadinya para konglomerat lagi main monopoli. XD